Jakarta, Gatra.com - Ombudsman RI menilai, sampai saat ini belum terlihat progres yang merata terkait perbaikan pelayanan publik terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Anggota Ombudsman, Ninik Rahayu mengatakan, penegakan hukum untuk mengatasi persoalan dan penyimpangan yang terjadi di Indonesia terkait pekerja migran juga masih minim, khususnya dalam proses prapenempatan, penempatan, dan setelah penempatan.
"Infomasi yang saya peroleh, hari ini ada tiga jenazah PMI yang akan tiba di Bandara EI Tari Kupang. Dua orang PMI dari Ende dan satu orang dari Malaka dengan pesawat GA 438. Artinya dari Januari-Agustus 2019 PMI asal NTT pulang dalam kondisi tidak bernyawa," ujarnya saat konferensi pers di Komnas HAM, Jakarta, Rabu (14/8).
Ninik mengaku, pihaknya telah menyampaikan saran perbaikan dari hasil Investigasi yang dilakukan pada 2017 dan 2018. Berdasarkan data dari wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Riau, dan DKI Jakarta, Kalimantan Barat bahwa terdapat indikasi maladministrasi.
"Bentuk maladministrasinya berupa penyimpangan prosedur, tidak kompeten, permintaan imbalan, tidak memberikan pelayanan, penyalahgunaan wewenang, dan perilaku tidak patut," jelasnya.
Selain itu, akibat pelayanan publik yang berindikasi maladministrasi tersebut terjadi kejahatan tindak pidana perdagangan orang yang mirisnya kejadian ini justru setelah diundangkan UU PPMI Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Beberapa kasus korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terjadi hampir setiap bulannya, baik pemberangkatan PMI ke luar negeri maupun antar wilayah Indonesia," ujarnya.
Ninik menuturkan, pada Agustus 2018 silam seorang PMI masih diberangkatkan ke Timur Tengah dan mengalami penyiksaan fisik. Pada Oktober 2018 ada dua orang PMI dipekerjakan sebagai PRT di lokasi perang Suriah, bulan Maret empat orang diberangkatkan ke Timur Tengah, bulan April 2019 tiga orang PMI diberangkatkan ke Suriah, pada Mei 2019 tiga orang warga asal NTT dijual sebagai PRT di Jakarta, pada Mei seorang PMI dipulangkan dari TT sudah dalam kondisi meninggal, pada Juli 2018 satu orang dan Juli 2019 dua orang PMI diberangkatkan dengan modus sebagai pengantin pesanan ke Tiongkok.
Sebenarnya pemerintah telah berupaya melakukan perbaikan pelayanan publik, misalnya dengan membuat Kepmenaker No. 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah, UU PPMI Tahun 2017.
"Sayangnya respon untuk menindaklanjuti kebijakan itu (PP dan perpres) dengan mengenyampingkan segala kekurangan dari undang-undang ini sampai dengan sekarang belum juga dikeluarkan, bahkan ada kecenderungan untuk menggabungkan atau simplifikasi menjadi 3 PP, 2 Perpres, 4 Permenaker dan 3 Perkabad dari yang dimandatkan UU PPMI," ujar Ninik.