Jakarta, Gatra.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi menyebut amandemen konstitusi merupakan agenda liar dan terselubung. Jika itu dilakukan, ibarat seperti membuka kotak pandora yang ketika dibuka maka isu lain akan ikut ke dalamnya.
"Hari ini membuktikan itu. Awalnya muncul GBHN, setelah itu amandemen, setelah itu soal MPR sebagai lembaga tertinggi, terakhir muncul isu pemilihan Presiden dilakukan secara tidak langsung," katanya dalam Diskusi Media, Amandemen Konstitusi, Kepentingan Rakyat atau Berebut Kuasa, di Upnormal Jakarta, Rabu (14/8).
Veri menilai GBHN bukan menjadi isu sentral, melainkan sebuah pintu masuk dalam proses mendorong amandemen.
Untuk mendorong sebuah program pembangunan, Veri mengatakan Indonesia masih punya dasar dalam urusan tersebut seperti, Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
"Clear, ini gagasan usang yang tidak layak lagi dibicarakan di ruang publik. Ada isu yang akan sangat terkait pasca pemilu, menurut saya itu lebih layak didiskusikan," paparnya.
Menurutnya, tahun 2024 mendatang bisa menjadi momen baik untuk mendapatkan tokoh politik baru dan muda. Sehingga, isu tersebut lebih layak untuk dibahas dibandingkan dengan amandemen konstitusi.
"Sudah beberapa periode kita dihadirkan oleh tokoh politik yang 4L, Lo lagi Lo lagi. Hari ini ada tokoh muda yang sangat mungkin potensial akan muncul di 2024," ujarnya.
Veri menilai isu amandemen konstitusi ini hanya sebuah kekhawatiran sebagian partai, karena Pemilu langsung dianggap menjadi ancaman karena munculnya tokoh dan figur politik baru di tahun 2024.
"Jadi ini bukan urusan GBHN amandemen, tapi ini juga soal perlawanan terhadap kehendak publik. Dalam hal ini pemilihan Presiden secara langsung," jelasnya.