Semarang, Gatra.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak perlu adanya pidana tambahan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Pidana tambahan ini berupa pemasangan chip dan mengumumkan identitas pelaku kekerasan seksual secara terbuka kepada masyarakat.
Menurut anggota Komnas Perempuan (KP) Sri Nurherwati, pidana tambahan sangat signifikan untuk mencegah keberulangan pelaku melakukan kasus serupa.
“Kerap terjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak setelah terungkap kasusnya di satu daerah kemudian pindah ke daerah lain untuk melakukan perbuatan serupa,” katanya, di Semarang, Selasa (13/8).
Hal ini bisa terjadi karena di daerah yang baru tersebut masyarakat tidak mengetahui identitas dari pelaku bahwa yang bersangkutan pernah melakukan perbuatan kekerasan seksual terhadap anak.
Untuk itu, lanjut Nurherwati, perlu dibangun sistem pencegahan di mana pemerintah dan masyarakat dapat mengetahui indentitas pelaku yang diumumkan secara hukum oleh pengadilan.
Lebih lanjut ia, menyatakan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak ini memang belum pernah terjadi di Indonesia.
“Pengumuman identitas pelaku ini menjadi diskusi alot pada pembahasan RUU Penghapusn Kekerasan Seksual. Kalau hakim berani memutuskan menjadi pembelajaran penting dalam penyusunan RUU PKS ,” ujarnya.
Idealnya, sambung Nurherwati, pelaku tidak boleh melakukan pengulangan perbuatnya, tapi sistem negara belum bisa mendeteksinya.
Oleh karena itu, majelis hakim yang menyidangkan kasus kekerasan seksual terhadap anak agar menjatuhkan pidana tambahan mengumumkan identitas pelaku atau pemasangan chip.
“Majelis hakim juga perlu menjatuhkan hukuman maksimlam yakni seumur hidup kepada tersangka pelaku kekerasan seksual terhadap anak untuk memberikan efek jera bagi lainnya,” ujarnya.
Komnas Perempuan, menurut Nurherwati, tidak merekomendasikan hukuman kebiri terhadap pelaku kekerasan terhadap seksual terhadap anak karena perbuatan bejat tersebut bukan semata-mata karena nafsu.
“Pikiran yang kotor dan bejat juga bisa menjadi penyebab melakukan perbuatan kekerasan seksual terhadap anak,” katanya.