Jakarta, Gatra.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) hari ini mengadakan Forum Group Discussion (FGD) tertutup dengan lembaga terkait dan juga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi). Beberapa hal pun dibahas mulai dari alasan 7 perusahaan yang tidak terbukti bersalah karena bocornya garam industri ke pasar rakyat dan juga permasalahan kebijakan.
"(Alasan FGD tertutup) karena ada beberapa narsum tidak mengeluarkan informasi di kondisi tertentu. Jadi undangan seperti itu (tertutup) agar mau mengeluarkan informasi," ujar Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih di gedung KPPU, Jalan Ir. H. Juanda, Jakarta, Rabu (14/8).
Selain KPPU membeberkan alasan FGD yang tertutup, pasca persidangan, muncul fakta baru yang berkaitan dengan 7 perusahaan tersebut. Nyatanya mereka tidak melanggar pasal 11 Undang-Undang nomor 5 tahun 1999.
"Pasca persidangan ada temuan beberapa hal, meskipun persidangan memutus tidak bersalah. Dalam konteks tidak melanggar pasal 11 UU nomor 5 1999 yang didakwakan. Dalam konteks itu mereka tidak melanggar," ungkap Guntur.
Tapi, sambung Guntur, dalam persidangan ada problematika juga di industri garam, tidak cuma tentang 7 terlapor tapi terkait kebijakan juga.
Guntur menuturkan jika impor yang dilakukan memang untuk menjaga kepentingan industri. Jumlah yang masuk untuk impor juga disesuaikan karena kuota yang ada dalam pemenuhan garam industri sudah cukup.
"Dari persidangan menemukan ada mekanisme perindustrian bahwa importir untuk aneka pangan harus mendaftarkan nama-nama pengguna garamnya. Tapi persidangan juga menemukan bahwa mereka menjual tidak hanya ke nama-nama yang didaftarkan," beber Guntur menjelaskan duduk masalahnya.
Sayangnya, KPPU enggan jika disebut kecolongan, karena Guntur menyebutkan pihaknya punya alat kontrol dan mudah untuk dilakukan pengecekan. Dari daftar nama yang ada, semua menjadi data yang diketahui KPPU.
Meskipun semua data dapat dikontrol, nyatanya masih ada pemasok yang tidak terdaftar dan jumlahnya lebih banyak. Sebab pemerintah tidak melakukan pengawasan yang ketat.
"Beragam, majority ke yang tidak terdaftar. Tapi poinnya adalah ada mekanisme di pemerintahan, check and balances-nya gak jalan dong. Ngapain harus dibuat daftar?" ucap Guntur.
Hingga pada akhirnya KPPU menyimpulkan bahwa 7 perusahaan yaitu PT Garindo Sejahtera Abadi (GSA), PT Susanti Megah (SM), PT Niaga Garam Cemerlang (NGC), PT Unicem Candi Indonesia (UCI), PT Cheetam Garam Indonesia (CGI), PT Budiono Madura Bangun Persada (BMBP) dan PT Sumatraco Langgeng Makmur (SLM) tidak bersalah.
Ada kepentingan yang berpihak kepada petani garam. Akan tetapi masalah klasik bahwa barang impor selalu lebih kompetitif selalu menjadi masalah serius, termasuk garam Indonesia.
"Isu rembesan itu kan karena ada faktor ekonomi, selisih gap itu kan jadi potensi untuk rembes. Kemudian, apakah dimungkinkan (garam lokal bersaing), kembali lagi ke pemerintah, untuk membuat tarif atau instrumen yang bisa membuat harga garam impor ini lebih mahal dari harga garam lokal," tutur Guntur.
Karena hingga saat ini garam lokal belum bisa bersaing dengan garam impor. Harga dan kualitas yang kurang kompetitif dinilai menjadi suburnya garam impor untuk masuk ke dalam sektor industri makanan dan minuman.