Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP), Theo Hesegem, menyampaikan, sampai hari ini terdapat 182 korban jiwa akibat dari konflik yang terjadi di Kabupaten Nduga, Papua.
Data tersebut, kata Theo dalam konferensi pers di Kantor Amnesty International, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8), diperoleh dan terverifikasi dengan melibatkan tim YKKMP, Pemerhati HAM Pegunungan Tenga, Klasis-klasis Gereja Kingmi di Nduga, Perwakilan Majelis Rakyat Papua dari Nduga, dan Tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga.
Baca juga: Insiden Nduga: Tentara Nasional Papua Barat Menyatakan Bertanggung Jawab
Berikut rincian dari 182 korban jiwa, dengan klasifikasi sebagai berikut:
- Korban perempuan dewasa meninggal 21 orang
- Korban lelaki dewasa meninggal 69 orang
- Korban anak perempuan meninggal 21 orang
- Korban anak laki-laki meninggal 20 orang
- Korban balita perempuan meninggal 14 orang
- Korban balita laki-laki meninggal 12 orang
- Korban bayi laki-laki meninggal 8 orang
- Korban bayi perempuan meninggal 17 orang
Theo menambahkan, dari total 182 masih ada tambahan 2 orang korban yang diduga masih hidup. Menurutnya, 1 orang korban bayi disandera oleh aparat TNI dan 1 orang menjadi korban penyiksaan dan harta bendanya dirampas sehingga secara keseluruhan ada 184 korban konflik.
"Satu [orang] masih hidup, dan 1 [orang] diduga masih hidup anak kecil umur 1 tahun. Itu sedang ditahan, itu belum masuk ketagori meninggal, tapi diduga masih hidup," ujarnya.
Theo meminta secara tegas agar pemerintah pusat segera menarik pasukan TNI dan Polri di seluruh wilayah Nduga. Adanya aparat keamanan justru memperkeruh suasana konflik. Solusi terbaik untuk meredam konflik antara aparat keamanan dengan OPM bukan dengan cara militer, tetapi dengan cara dialog dan diskusi dengan pihak ketiga secara baik-baik seperti yang dilakukan di Aceh.
"Kalau masyarakat Indonesia ini mereka melihat ini masalah Indonesia. Jadi saya pikir harus ada pihak lain, pihak ketiga yang bisa memfasilitasi untuk selesaikan persoalan seperti di Aceh," ujarnya.
Baca juga: Tokoh Agama Desak Bupati Nduga dan Gubernur Papua Selesaikan Masalah di Nduga
Masyarakat Nduga, kata Theo, masih trauma dan ketakutan apabila ada serangan dari aparat keamanan yang melakukan pencarian anggota OPM, sehingga banyak warga yang memilih untuk mengungsi ke hutan.
Sebagai informasi, konflik di Kabupaten Nduga dengan aparat keamanan bermula sejak tanggak 2 Desember 2018 saat terjadi pembantaian terhadap Karyawan PT Istaka Karya di Gunung Kabo oleh pihak Organisasi Papua Merdeka (OPM). Hingga sampai kini, situasi Nduga terus tidak aman dan banyak korban jiwa yang berjatuhan.