Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Bisar Panjaitan mengungkapkan, saat ini Indonesia diharapkan tidak lagi mengekspor sumber daya mineral secara mentah, namun harus ada nilai tambahnya (value added).
Ia mencontohkan, biji nikel kalau dijual mentah, hanya laku seharga US$16 per ton. Bandingkan jika sudah jadi metal nikel, harganya melonjak ke US$5000 per ton.
Baca Juga: Wamen ESDM: Penggunaan Energi Harus untuk Jangka Panjang
“Presiden sudah intruksikan tidak boleh lagi jual mineral mentah. Tapi seperti saya sampaikan, dalam kondisi trade war kita perlu menarik investasi sebanyak-banyaknya,” kata Luhut ketika ditemui wartawan di Jakarta, Selasa (13/8).
Luhut lantas memuji peningkatan nilai tambah sumber daya mineral di kawasan industri seperti Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng). Dengan nilai investasi mencapai US$10 miliar dengan hampir 10 ribu tenaga kerja, menjadikan Morowali sebagai kawasan integrasi industri terbesar nomer lima di dunia.
Di Morowali terdapat fasilitas Nickel Pig Iron terbesar, dengan total investasi US$7,5 miliar. Fasilitas ini termasuk dalam kawasan industri terintegrasi dengan fokus produksi berbasis nikel. Produksinya berupa stainless steel dan carbon steel, dengan 30 ribu pekerja, dimana 90% adalah WNI.
Baca Juga: Perluas Portfolio Bisnis, PTPP Tandatangani Dua Kerjasama
Hitung-hitungan Luhut, total produksi stainless steel dan carbon steel mencapai 4-5 juta ton. Diproyeksikan produksinya dapat meningkat 10 juta ton. Hasil produksinya juga sebagian akan digunakan untuk industri domestik guna mengurangi impor.
“Proyek ini telah berkontribusi sebesar Rp1,7 triliun dalam bentuk pajak dan royalti. Mereka telah mengekspor lebih dari US$1 miliar pada 2013-2017,” ungkapnya.