Pekanbaru, Gatra.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah 3 lokasi di Kota Dumai, Selasa (13/8). Kantor Dinas Kesehatan Kota Dumai, Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan rumah dinas Wali Kota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah.
"Penggeledahan dalam penyidikan perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018,” kata Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah kepada Gatra.com, Selasa (13/8) sore.
Penggeledahan berlangsung sekitar pukul 10.00 WIB. Sejumlah penyidik lembaga anti rasuah itu masuk ke dalam ruangan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di lantai dasar Sekretariat Daerah (Setda) Kota Dumai.
Mereka masuk mengenakan rompi berwarna krem muda bertuliskan KPK bagian belakang sambil membawa koper untuk tempat berkas-berkas yang akan diambil untuk kepentingan penyidikan. Polisi bersenjata lengkap mengawal mereka.
Sebelumnya, tim ini sudah lebih dulu menggeledah Kantor Dinas Kesehatan Kota Dumai, lanjut ke Kantor LPSE dan berakhir di rumah dinas Wali Kota Dumai.
"Dari lokasi itu diamankan sejumlah dokumen terkait lelang proyek-proyek di Kota Dumai yang berasal dari alokasi dana perimbangan keuangan daerah," kata Febri.
Kepala Dinas Kominfo Pemko Dumai, M Fauzan tak menampik soal penggeledahan itu. Tapi dia tak mau menjelaskan secara detail penggeledahan terkait kasus apa. "Iya benar ada (penggeledahan KPK)," hanya itu yang terlontar dari mulut Fauzan.
Sebelumnya Febri Diansyah mengatakan, KPK sudah mencegah Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah (ZAS) bepergian ke luar negeri. Pencegahan itu dilakukan setelah ZAS berstatus tersangka atas dua perkara; tindak pidana korupsi terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) dan penerimaan gratifikasi.
Pada perkara pertama, Zulkifli diduga memberi uang Rp550 juta kepada Yaya Purnomo dan kawan-kawan terkait pengurusan anggaran DAK APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kota Dumai.
Yaya adalah mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Pada perkara kedua, Zulkifli diduga menerima gratifikasi duit Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta. Gratifikasi itu diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja.
Pada perkara pertama, Zulkifli disangkakan melanggar pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan pada perkara kedua, Zulkifli disangkakan melanggar pasal 12 B atau Pasal 11 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam pokok perkara dan dua pengembangan yang telah dilakukan, KPK telah memproses tujuh orang yang terdiri dari unsur anggota DPR RI, kepaIa daerah, pejabat di Kementerian Keuangan, dan swasta.
Pokok perkara ini, diawali dengan operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK. Duit Rp400 juta disita dan empat orang ditetapkan tersangka.
Mereka; anggota Komisi XI DPR RI Amin Santono (AMS), swasta atau perantara Eka Kamaluddin (EKK), Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan Yaya Purnomo (YP), dan swasta atau kontraktor Ahmad Ghiast (AG).
Empat orang itu sudah divonis bersalah di di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam pengembangan berikutnya, KPK melakukan penyidikan untuk dugaan korupsi terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah di Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua, dan Kota Tasikmalaya. Dalam kedua penyidikan itu tiga orang ditetapkan sebagai tersangka.
Reporter: Virda Elisya