Jakarta, Gatra.com - Suku Sakai, sekumpulan masyarakat yang terasing dan hidup masih secara tradisional dan nomaden di pedalaman Riau. Suku ini biasanya hidup menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat yang luas. Namun di Festival Masyarakat Adat 2019 di Taman Ismail Marzuki, Suku Sakai turut hadir dan memeriahkan festival.
Eli Rosmi Lindai, perempuan paruh baya berusia 65 tahun adalah perempuan adat Suku Sakai. Saat ditemui Gatra.com, Eli tengah mengunyah makanan dari tas anyaman bambu sambil menghisap sebatang rokok. Makanan yang sedang dikunyah olehnya adalah makanan tradisional bernama "menggalo mersik" olahan dari ubi menggalo atau ubi racun.
Eli menuturkan, menggalo mersik merupakan makanan utama dari Suku Sakai. Proses pembuatan menggalo mersik ini cukup panjang, dijelaskan oleh Eli, Ubi dibersihkan, direndam selama kurang lebih tiga hari, diparut, diperas, kemudian dikeringkan dan disangrai. Hasilnya, berupa serbuk yang cukup menyerupai kerak nasi ataupun tepung kasar.
Cita rasa Menggalo agak hambar dan agak apek. Bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama. Pertanggungjawaban pembuatan dan penyimpanan menggalo ini oleh kaum perempuan.
Eli menjelaskan, memakan menggalo lebih nikmat bila dicampur dengan gula merah cair. Menggalo merupakan makanan pokok dari Suku Sakai. Bahkan, Eli mengatakan, bila tidak makan menggalo tidak merasa kenyang. Kebalikan dengan orang Indonesia pada umumnya yang mengatakan bila tidak makan nasi tidak kenyang.
"Kami walaupun banyak beras tetap harus ada ini. Nanti gak kenyang," kata Eli di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Minggu (11/8).
Di stannya ini, Eli juga turut membawa beberapa perlengkapan yang sering digunakan oleh suku sakai seperti alat penangkap ikan tradisioanal, tas dari kulit kayu, anyaman bambu, dan peralatan pengolah menggalo.
"Ada bubu [alat penangkap ikan], ada tas dari kulit kayu tow, parutan menggalo, anyaman," kata Eli lagi.