Jakarta, Gatra.com – Poros Hijau Indonesia menyelenggaralan diskusi putaran ke-2, Jumat (9/8). Pertemuan ini membahas usulan Kemenko berdasarkan empat elemen kelembagaan, yaitu, struktur dan fungsi, kedua otoritas dan legitimasi, ketiga, sumber daya manusia (SDM), dan keempat, anggaran.
“Secara filosofis, struktur Kemenko ini mencerminkan pengelolaan ruang, keberlanjutan dan penegakan hukum. Jika diterjemahkan ke dalam fungsi maka mencakup koordinasi, monitoring-evaluasi dan anggaran,” kata Direktur Perkumpulan PKP Berdikari, Arimbi Heropoetri, Minggu (11/8).
"Namun, Arimbi mengingatkan, agenda tersebut bukan dalam pengertian agraria konvensional, hanya tanah, penandaan batas-batas. Agraria adalah penataan ruang, dan ruang itu termasuk tanah, air dan udara,” ujarnya.
Ia berujar, apabila dikorelasikan dengan prinsip daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, maka ruang adalah pengelolaan sumber daya alam.
“Bukan hanya bermakna penataan, apalagi semata manfaat belaka, tetapi pengelolaan ruang juga melihat keberlanjutan ekosistem. Bagaimana pengelolaan ruang akan mempertimbangkan nilai-nilai berkelanjutan,” ujar Mangara Silalahi, pengelola Hutan Harapan Restorasi Ekosistem.
Dari diskusi putaran ke-2 ini disimpulkan, Poros Hijau Indonesia mengusulkan pembentukan Kemenko Keruangan dan Lingkungan Hidup. Nomenklaturnya terdiri dari 4 Deputi yang mengandung nilai perencanaan dan pengawasan, keberlanjutan, keruangan serta knowledge-management, [dan] pengembangan kapasitas.
“Pada konteks regulasi, prinsipnya pembentukan Kemenko ini tidak membutuhkan perubahan atau inisiatif adanya undang-undang baru, karena relatif. Semua sektor sumber daya alam sudah ada regulasi sektoralnya, bahkan cukup lengkap. Kemenko ini bertujuan untuk memastikan regulasi sektoral tersebut berjalan optimal mendukung visi-misi lingkungan hidup Joko Widodo – Ma’ruf Amin,” ujar Deddy Ratih, Sekretaris Nasional Poros Hijau Indonesia.
Ada beberapa nomenklatur Kementerian sektoral yang diusulkan untuk diubah, agar dapat berfungsi optimal. Selain itu, mempersempit tumpang tindih kewenangan, sekaligus memperkuat koordinasi.
Kementerian sektoral dipandang penting karena memiliki nomenklatur penegakan hukum lingkungan hidup, agar penjahat lingkungan hidup dapat diberikan sanksi sesuai aturan.
Selain itu, ada beberapa badan dan lembaga yang dipertimbangkan untuk dilebur dalam sebuah badan saja atau dalam nomenklatur kementerian agar pemerintah berjalan lebih efisien.
“Hasil ini akan kami segera tuntaskan, untuk disampaikan kepada pihak kompeten, seperti pimpinan partai politik, tokoh politik, pimpinan lembaga negara, dan tentu saja Bapak Joko Widodo dan Bapak Kiai Ma’ruf Amin,” kata Koordinator Nasional Poros Hijau Indonesia, Rivani.