Home Ekonomi Talas Beku Tembu Sulsel Diskspor ke Jepang

Talas Beku Tembu Sulsel Diskspor ke Jepang

Bogor, Gatra.com - Talas Indonesia ternyata disukai warga Jepang. Salah satunya talas yang dibudidayakan petani di Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah menembus pasar Jepang, varietasnya Colocasia esculenta var antiquorum atau lebih dikenal Talas Jepang Satoimo atau Taro Potato.

"Bahan pangan yang satu ini sekarang sudah menjadi salah satu bahan pangan utama bagi sebagian besar penduduk Jepang sebagai pengganti beras dan kentang yang dianggap terlalu banyak mengandung karbohidrat dan gula," kata Suwandi, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), di Bogor, Jawa Barat (Jabar), Minggu (11/8).

Suwandi menjelaskan, komoditi ini menjadi ngetren setelah adanya berbagai penelitian yang membuktikan bahwa talas tidak saja bisa menjadi bahan pangan alternatif yang mengandung protein dan kalori tinggi tapi memiliki kandungan karbohidrat dan gula yang rendah.

"Jadi talas ini aman dikonsumsi oleh penderita atau mereka yang berpotensi diabetes," ungkapnya.

Menurut Suwandi, pangsa pasar talas di Jepang masih terbuka lebar. Hal ini didukung dari semakin menyempitnya lahan pertanian di Jepang, sehingga hanya bisa memenuhi 250.000 ton per tahun, atau 65,7% dari total kebutuhan per tahun sebesar 380.000 ton.

Baca juga: BPTP Riau Latih Petani Olah Keladi Agar Punya Nilai Tambah

"Kekurangan sebesar 130.000 ton per tahun sebagian dipasok dari Cina jadi sampai saat ini, Cina hanya mampu menyuplai 60.000 ton per tahun. Makanya Jepang mulai melirik Indonesia untuk memenuhi kebutuhan sisanya 70.000 ton per tahun," ungkapnya.

Melihat peluang ini, Suwandi menyebutkan, pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Seulsel) sangat jeli melihat peluang ekspor komoditi umbi-umbian ini dan menggalakan penanamannya di beberapa daerah. Tercatat, sampai dengan tahun 2018, total Talas Beku (frozen taro) dari Kabupaten Bantaeng dan Makasar yang sudah diekspor ke Jepang sebanyak 50 ton dengan nilai sekitar Rp1,06 miliar.

Talas di Sulsel untuk penuhi ekspor ke Jepang. (Dok. Kementan/re1)

"Untuk meningkatkan volume ekspor talas, mereka menambah luasan tanam talas di 10 kabupaten yakni Gowa, Sopeng, Maros, Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Bone, Janeponto, Takalar, dan Wajo dengan total luasan 178 hektare," ungkapnya.

Konsep Ekspor

Suwandi menilai konsep perdagangan ekspor talas dari Sulsel ke Jepang ini sudah sangat terintegrasi. Semua pihak turut mengambil peran masing-masing dan saling bekerja sama, baik itu instansi pemerintah, petani, maupun importir dan eksportirnya.

"Saya kira ini bisa menjadi contoh inspirasi bagi yang ingin mengembangkan komoditasnya sebagai produk ekspor," katanya.

Di tempat terpisah, senada dengan Suwandi, perwakilan importir Jepang yang berkantor di Indonesia, Affandi, mengatakan, talas yang akan dieskpor ke Jepang harus memenuhi persyaratan batas maksimum residu pestisida, bebas dari kontaminasi bakteri, memiliki tekstur, rasa, penampilan, warna, dan ukuran sesuai permintaan buyer.

Pasalnya, lanjut Affandi, Jepang merupakan negara tujuan ekspor yang sangat memperhatikan keamanan pangan (food safety) di samping mutu pangan (food quality) sehingga ketertelusuran (traceability) untuk setiap pangan yang diedarkan menjadi sebuah persyaratan yang harus dipenuhi.

"Untuk memastikan penerapan SOP ditingkat petani talas, Pemerintah Provinsi Sulsel pun membentuk Tim Pendamping. Tim ini terdiri atas unsur Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan, importir [Jepang]  di Indonesia, Unit Pengolahan Tepung Talas di Makasar dan Perguruan Tinggi," kataya..

Untuk memastikan pasar, Affandi menyebutkan ,Pemerintah Provinsi Sulsel menggandeng PT Tridanawa Perkasa Indonesia, yakni eksportir talas beku dari Makasar sebagai off taker. Terkait budidaya talas, tanaman ini akan tumbuh bagus pada tanah yang cukup gembur.

"Dari hasil pengamatan kami, populasi per hektare mencapai 20.000 pohon dan dapat dipanen setelah umur 4 bulan. Setiap pohon dapat menghasilkan umbi talas paling sedikit 1 kilogram. Artinya, provitas talas dapat mencapai 20.000 kilogram per hektare atau 20 ton per hektare," ungkapnya.

"Terkait dengan harga, yang saya tahu untuk umbi talas di Sulsel di tingkat petani berkisar Rp2.000 hingga Rp2.500 per kilogram," katanya.

Baca juga: Ekspor Cangkang Sawit Riau untuk Bahan Bakar Terus Meningkat

Lebih lanjut Afandi mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan talas Jepang. Setelah melakukan uji coba penanaman di Bali, Yogyakarta, dan Aceh, perwakilan buyer Jepang di Indonesia tersebut akhirnya memilih Sulsel untuk pengembangan lebih luas.

"Sulsel menjadi produsen talas yang budidayanya diperluas. Di Sulsel talas tumbuh dengan bagus dan kualitasnya tinggi," ungkapnya.

Pengolahan Talas

Tidak hanya berhenti di situ, bahkan di Sulsel sudah didirikan pabrik pengolah umbi talas menjadi talas beku Frozen Taro atau Frozen Sotaimo yang dimiliki oleh PT Tridanawa Perkasa Indonesia (PT TPI).

Freddie Maturbongs, perwakilan dari PT TPI menambahkan, bagian talas yang tidak bisa diolah menjadi frozen satoimo, oleh PT TPI diolah menjadi taro paste atau satoimo pasta dan satoimo flour (tepung talas). PT Tridanawa Perkasa Indonesia juga memiliki kebun talas inti seluar 100 ha dan akhir Agustus 2019, PT TPI akan mengirimkan 18 ton frozen taro ke Jepang.

"Ke depan, tantangan kami adalah bibit yang berkualitas sehingga dapat menghasilkan rendemen di atas 60% berupa soft teksture. Kalau sudah seperti itu maka bisa sesuai spek untuk jadi talas beku," kata Freddie.