Jakarta, Gatra.com - Ikatan Keluarga Korban Sutet (IKKS) se-Jawa Barat menilai pernyataan pihak PLN soal padamnya aliran listrik di sebagian Pulau Jawa salah satunya karena adanya pohon melebihi batas ambang aman kabel transmisi SUTET 500 KV, cenderung menyalahkan rakyat.
"Padahal itu terjadi karena ada tanggung jawab PLN di masa lalu yang belum terselesaikan sampai hari ini," kata Encep Nik Affandi, Presidium IKKS Kabupaten Bogor, dalam keterangan tertulis, Minggu (11/8).
Baca juga: Akibat Listrik Padam, Pengusaha Rugi Ratusan Miliar
Permasalah tersebut, lanjut Encep, yakni perusahaan stroom ini belum memberikan ganti rugi sesuai undang-undang (UU) kepada warga yang tinggal maupun mempunyai tanah secara sah yang dilintasi transmisi 500 KV.
"Sampai hari ini belum pernah mendapatkan ganti rugi yang layak sesuai UU Ketenagalistrikan No. 15 Tahun 1985. Perlu di ketahui tidak ada aturan yang melarang rakyat untuk menanam pohon apa saja yang berada di atas tanah yang mereka miliki secara sah," ujarnya.
Dadang Martadinata juga dariPresidium IKKS Kabupaten Bogor, menambahkan, PLN sebagai perusahan penyedian tenaga listrik menurut UU Nomor 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan pada Pasal 11 dan 12 jelas mengatur untuk dalam melaksanakan usaha-usaha penyediaan tenaga listrik, diberikan kewenangan untuk masuk dan melintasi bangunan atau tanah milik umum maupun perorangan tentunya dengan memberikan ganti rugi yang wajar kecuali untuk tanah milik negara. Sebelum ganti rugi diselesaikan, PLN tidak dapat melaksanakan pekerjaannya.
Menurut Dadang, ganti rugi yang dimaksud dihitung berdasarkan harga yang layak dan telah di bayar lunas atau telah mendapatkan penggantian dalam bentuk lain di antaranya ditukar dengan tanah di tempat lain yang sepadan atau seimbang.
"Puluhan tahun kami hidup di bawah jalur Sutet penuh dengan kekhawatiran dan radiasi yang berdampak buruk terhadap kesehatan kami," ujarnya.
Baca juga: PLN Pastikan Beri Kompensasi Warga Terdampak SUTET Pemalang
Kekhawatiran warga yang rumahnya di lintasi SUTET di antaranya terjadi percikan api sehingga menyebabkan terbakarnya rumah di Cianjuar, ledahan sehingga membakar pohon bambu dan rumah di Kabupaten Bogor, serta berbagai gangguan kesehatan hingga penyakit berbahaya.
"Selain itu, tanah kami hilang nilai keekonomiannya, tidak ada yang mau membeli tanah kami," ujar Dadang.