Jambi, Gatra.com - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI), Kurniadi Hidayat menyebutkan, proses penarikan kendaraan wajib memiliki ketetapan Pengadilan Negeri berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang dilaksanakan oleh jurusita dipimpin oleh ketua pengadilan sebagaimana dijelaskan dalam peraturan.
"Penarikan kendaraan tidak dibenarkan sama sekali oleh pihak debt collector. Karena tugas mereka hanya sebatas penagih utang. Debt collector jangan seenaknya menarik paksa kendaraan. Apalagi sampai menggunakan pihak ketiga, pakai preman-preman yang tidak jelas," ujar Kurniadi, Sabtu (10/8).
Untuk itu, kata Kurniadi, pemilik kendaraan yang terlambat membayar sesuai kesepakatan berhak menolaknya. Hal itu sesuai dengan implementasi pelaksanaan dari UU Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan HIR pasal 196 ayat 3 yakni Kreditur atau Finance harus mengajukan permohonan kepada ketua Pengadilan dengan membawa Sertifikat Fidusia. Selanjutnya dilaksanakannya Eksekusi atas benda jaminan berdasarkan titel eksekutorial sertifikat jaminan Fidusia tersebut.
"Minimnya pemahaman itu, banyak masyarakat yang belum memahami. Dibuktikan dengan meningkatnya kasus-kasus yang berkaitan dengan Fidusia yang kita terima," kata Kurniadi.
Bahkan, sambung Kurniadi, beberapa kasus debt collector menggunakan kekerasan dalam menarik paksa kendaraan konsumen yang mengalami kredit macet. Ia pun meminta kepada pihak kepolisian agar tidak ragu-ragu menerima laporan konsumen. "Sekali lagi saya tegaskan, yang berhak mengeksekusi hanya pihak pengadilan," ucap Kurniadi.