Sarolangun, Gatra.com - Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Daerah Kecamatan Sarolangun, Kabupaten Sarolangun, Jambi, Herman mengingatkan Ketua Lingkungan atau Rukun Warga (RW) Komplek Perkantoran Bupati Sarolangun tidak asal bicara soal menetapkan hukum adat di daerah itu.
Soalnya, Ketua RW setempat, Lasdi menghukum adat berupa seekor kambing kepada Panitia Pelaksana Konser Kotak Band dalam konser yang bertajuk pesta musik istimewa bersama grup musik ternama Band Kotak, Kamis (8/8) malam.
Lasdi menjatuhkan hukuman adat lantaran jadwal pelaksanaan konser musik dinilai kontroversial. Hari Kamis malam Jumat diidentikkan dengan kegiatan keagamaan warga seperti pengajian dan yasinan.
Terkait keputusan tersebut, Herman mengatakan adat ini sudah ada dasarnya, adat di atas tumbuh lembaga di atas tuang. Tumbuhnya harus dikaji, kalau tumbuhnya sifatnya masih di bawah atau kategori unsur ketidaksengajaan. Yang sifatnya tidak sumbang yang tidak melebihi kapasitas mata, tangan atau mungkin seperti tarinya, tari telanjang, Mungkin di situ ada perjudian. Bisa jadi itu masuk kategori hukum bantai Kambing.
"Nah kalau di situ hanya soal kelupaan, meninggalkan kampung, meninggalkan sesuatu yang tidak setabik atau yang tidak cocok dengan lingkungan di situ. Kalau menurut adat apalagi di RT, kelasnya itu istilahnya dalam adat baru bulu ayam terserak lamukut tatabua artinya baru Ayam satu ekor kelapa setali beras dua pinggan (sepiring) dan segala macamnya," kata Herman kepada Gatra.com, Jumat (9/8).
Ia menyebut, itu baru kelasan meninggal sesuatu di RT. Tapi kalau mereka sudah meninggalkan segalanya, mungkin di tingkat lurahnya tidak ada segala izin dalam pelaksanaannya, ya boleh itu hukuman kambing. Itu berarti sudah meninggalkan kampung yang sekato tuo, termasuk berarti alam yang sekato rajo.
"Kalau semua itu sudah ditinggalkan, itu baru boleh hukuman seekor kambing dan segala sesuatunya. Tapi kalau masih setingkat RT itu baru bulu ayam terserak namanya. Dan itupun katanya hanya meninggalkan, bukan atas perbuatan tindakan daripada kegiatan itu. Tapi ini kan proses tadinya yang salah, kalau pelaksanaannya ada tidak yang salah, seperti yang saya maksud tadi," ujar Herman.
Ia menjelaskan sepengetahuannya tidak ada yang dilanggar secara adat dakam kegiatan konser tersebut. Artinya perencanaan kegiatan ini tidak mungkin mendadak.
"Nah, orang adat ini itulah gunanya. Tegur sapa, tunjuk ajar, kan itu. Panggil dulu para pelaksananya itulah tugas sebagai kepala lingkungan, ditanyakan ada kegiatan apa. Adat ini kan ada azas musyawarah mufakatnya dan sudah dijalankan apa belum fungsinya sebagai ketua lingkungan itu," katanya.
Menurut Herman, dalam adat ini ada lima dasar hukum yang tidak boleh diubah, sama dengan Pancasila. Lantak yang dak goyah, cermin yang dak kabur, diasak lama dianggau mati, sudah itu cermin besar yang dak kabur, dan yang kelima kato nan sa iyo.
Kata nan sa iyo ini sudah ada tidak duduk bersama sebelum ini, sudah ada tidak dipanggil panitianya, sudah ada tidak duduk bermusyawarahnya, apabila itu sudah ada dan ternyata dilanggar baru bicara hukum adat.
"Kalau hanya tindakan spontanitas seperti sekarang ini, ada apa, perlu dipertanyakan ini. Bahwa kami orang adat ini ada azas musyawarah dan mufakatnya. Ya, selaku sebagai ninik mamak sebagai tua kampung ajum arah, kalau kegiatan yang positif saya rasa kalau tidak menyalahi aturan adat sumbang ataupun salah, saya rasa persoalan yang tidak perlu kita besarkanlah," kata Herman.
Dalam adat ini kata Herman, bertangga naik berjenjang turun. Jangan salah meletakkan hukum adat, harus ada kesepakatannya.
"Dalam kejadian seperti ini ada tali tigo sepilin namanya kalau dalam adat. Yaitu kepala pemerintah, kepala adat, ada orang syarak. Yaitu imam, khotib, bilal dalam mengambil keputusan tersebut, itu yang harus dikaji, tidak boleh mengambil keputusan sendiri. Intinya adat itu ada aturannya, jangan asal bicara hukam adat," kata Herman menutup pembicaraan.
Hal lain yang membuat Herman buka suara hingga berita ini dituliskan hukuman adat memotong kambing yang dikenakan kepada panitia pelaksana konser, belum dilaksanakan. Padahal saat mengambil keputusan tersebut, Ketua Lingkungan bersepakat tidak boleh melanjutkan acara konser tersebut kalau hukuman adatnya belum terlaksana. Yang terjadi konser malah tetap berlangsung.
Gatra.com berusaha mengonfirmasi Lasdi. Namun Lasdi tidak dapat ditemukan. Nomor handohpone yang didapat pun juga tidak dapat dihubungi karena hanya bernada tidak aktif ketika ditelepon.