Jakarta, Gatra.com - Perwakilan Federasi Serikat Pekerja Semen yang didampingi Anggota DPR RI Terpilih dari Partai Gerindra, Andre Rosiade melaporkan dugaan predatory pricing ke Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, Kamis (8/8).
"Kalau KPPU nggak punya nyali membongkar ini, saya nanti setelah menjadi anggota DPR tidak akan ragu membuka pansus tentang ini," tegas Andre kepada awak media di Kantor Pusat KPPU, Jakarta, Kamis (8/8).
Andre membandingkan, harga semen 1 zak perusahaan semen dalam negeri sekitar Rp51 ribu dan harga semen Tiongkonk Rp42 ribu.
Sambungnya, Ia menyayangkan, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memberi izin impor semen dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.7 Tahun 2018. Kebijakan ini mengenai ketentuan impor semen clinker dan semen pada umumnya, Menteri Perindustrian telah memberi izin bagi pabrik baru.
"Padahal dengan kapasitas yang sekarang hingga 2030 kita tidak perlu membuka pabrik baru," keluhnya. Ia menambahkan, saat ini kapasitas pabrik semen nasional 110 juta ton per tahun dan konsumsinya sebesar 75 juta ton per tahun.
Andre berujar, sebagai anggota dewan terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Barat I, merasa bertanggung jawab untuk menyuarakan aspirasi karyawan pabrik Semen Padang. Ia mengungkapkan, dari lima pabrik Semen Padang di Indarung, hanya satu yang beroperasi. Ini akibat oversupply semen dan membanjirnya Semen Tiongkok.
"Kalau kita tidak menindaknya bersama-sama hingga tahun 2020, puluhan ribu pegawai pabrik orang akan di-PHK dan jutaan rakyat akan terdampak," tuturnya.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Semen Padang, Win Bernandino menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dan berkomunikasi dengan manajemen perusahaan.
"Kita harus bersatu. Lawan kita jelas [di] depan mata adalah invasi Tiongkok besar-besaran. Pasar semen kita [di] depan mata sangat mungkin [dipenuhi Semen Tiongkok]," jelasnya.
Kemudian, Ia menjelaskan, 3 tahun terakhir sudah mulai ada gelombang pemecatan di industri semen, terutama pegawai outsourcing. "Penerimaan tenaga kerja baru sudah moratorium [Semen Padang], sudah tidak ada lagi [sejak dua tahun lalu]," ujarnya.
Win menjabarkan, alasan di balik murahnya harga semen dari perusahaan Tiongkok karena upah pekerjanya di bawah standar. Sambungnya, hal ini terjadi di Tabalong, Kalimantan Selatan.
"Kalau yang lain enggak bisa diotak-atik. Material sama, bahan bakar sama, semua sama. Yang bisa diotak atik upah," ucapnya. Ia mengklaim, upahnya bisa di bawah tiga kali lipat standar rata-rata pegawai industri semen.
"Mereka [semen Tiongkok] tidak punya serikat pekerja semen, sehingga siapa yang mengontrol bahwa karyawan itu layak upah yang semestinya?," tuturnya.