Jakarta, Gara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) panggil sejumlah Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) dalam kasus pengadaan 16 unit Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat) pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2013-2015.
Mereka yang yang diagendakan untuk dimintai keterangan itu salah satunya Direktur Keberatan Banding dan Peraturan (KBP) Ditjen Bea Cukai, Rahmat Subagio. Sebelumnya Subagio tercatat menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur I pada 2015.
Lalu dipanggil pula tiga Kepala Kanwil lainnya yakni, Kepala kantor Wilayah DJBC Jawa Tengah dan DIY, Untung Basuki; Kepala Kanwil DJBC Sulawesi Azhar Rasidi; serta Kepala kantor Wilayah DJBC Sumut, Iyan Rubiyanto.
Baca Juga: KPK Panggil Dua Staf KKP dalam Kasus Pengadaan Kapal Cepat
"Saksi-saksi akan dimintai keterangan untuk tersangka IPR," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (8/8). IPR yang dimaksud adalah tersangka Pejabat Pembuat Komitmen, Istadi Prahastanto
Tak hanya itu, KPK juga memanggil dua saksi lainnya yakni: staf pelaksana pada Subdit Sarana Operasi 1 Bea Cukai, Andik Agus Utomo dan Staf Direktorat Penindakan dan Penyidikan, Subdit Sarana Operasi, Ditjen Bea Cukai, Suratman. Sama dengan saksi lainnya, dua saksi ini juga akan diperiksa untuk IPR.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU), Amir Gunawan (AMG) sebagai tersangka bersama Pejabat Pembuat Komitmen, Istadi Prahastanto (IPR) dan Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto (HSU).
Baca Juga: Komit Berantas Korupsi, Bea Cukai Aktif di Roadshow KPK
Kasusnya, 16 kapal patroli cepat patroli itu tidak sesuai ketentuan dan sertifikasi dual-class seperti yang dipersyaratkan di kontrak. Bahkan dalam uji coba kecepatan tidak dapat mencapai kecepatan seperti yang dijanjikan. Meskipun mengetahui hal itu, KPK tuding pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti dengan pembayaran terhadap 16 kapal tersebut.
"KPK menduga selama proses pengadaan, IPR selaku PPK, bersama-sama telah menerima 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat," kata Komisioner KPK, Saut Situmorang, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/5). Dugaannya, negara mengalami kerugian hingga Rp117 miliar dalam proyek pengadaan kapal patroli cepat ini.
Selain itu, Amir juga tersangka dalam kasus pembangunan 4 unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) pada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Tahun Anggaran 2012-2016. Dalam kasus ini KPK menetapkan dua tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen, Aris Rustandi (ARS) dan Amir Gunawan selaku Dirut PT DRU.
Baca Juga: Bea Cukai Tanjung Emas Dukung Deklarasi Pencanangan WBK-WBBM
Sejumlah 4 kapal SKIPI ini juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan dan dibutuhkan. KPK mengidentifikasi ada sejumlah kejanggalan diantaranya kecepatannya yang tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, mark-up volume plat baja dan aluminium, serta kekurangan perlengkapan kapal lainnya. Perhitungan KPK, negara mengalami kerugian mencapai Rp61 miliar.
Aris Rustandi selaku PPK adalah orang menandatangani kontrak pekerjaan pembangunan SKIPI Tahap I dengan nilai kontrak US$58 juta dengan PT DRU. Setelah pembangun kapal SKIPI rampung, Aris membayar seluruh termin pembayaran kepada PT DRU senilai Rp744 miliar. Padahal menurut KPK biaya pembangunan 4 unit kapal SKIPI hanya Rp446 miliar.
Atas perbuatannya, keempat tersangka ini diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.