Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali agendakan pemeriksaan terhadap mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto, hari ini. Dia belum diperiksa pascaditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat (Jabar).
"Yang bersangkutan [Bartholomeus Toto] diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, dalam keterangan tertulis, Kamis (8/8).
Pemeriksan hari ini merupakan penjadwalan ulang karena Toto mangkir dari pemeriksaan pada Jumat (2/8). Saat itu, surat pemanggilan dari Komisi Antirasuah ternyata tidak sampai ke tangan Toto.
Baca juga: Bupati Bekasi Kembalikan Uang Suap Meikarta Rp3 Miliar ke KPK
"Penyidik diinformasikan bahwa surat belum diterima, dipanggil kembali Kamis minggu depan," ujar Febri saat dikonfirmasi, Jumat (2/8).
Dalam pengembangan perkara suap izin mega proyek Meikarta ini, Komisi Antirasuah kembali menetapkan dua orang tersangka yakni mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto, dan sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa.
"Pada dua perkara sebagaimana dijelaskan di atas, sejak 10 Juli 2019, KPK melakukan penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dalam konferensi pers penetapan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (29/7).
Perkaranya, Toto diduga mengetahui dan menyetujui serta ikut melobi pelaksanaan suap terhadap mantan Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin.
Kasus ini berawal saat PT Lippo Cikarang yang berencana membangun kawasan permukiman di wilayah Kabupaten Bekasi dengan luas sekitar 438 hektare yang akan dilaksanakan dalam 3 tahap.
Syaratnya dalam pembangunan tahap I dengan luas 143 hektare, diperlukan perizinan antara lain: Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT); Izin Prinsip Penanaman Modal Dalam Negeri, Izin Lingkungan, dan izin mendirikan bangunan (IMB).
Dalam pengurusan izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah (IPPT) pembangunan Meikarta tersebut, Lippo menugaskan eksdirektur operasionalnya Billy Sindoro. Selain Billy dan sejumlah pegawai Lippo lainnya, ternyata Toto juga ikut dalam pengurusan tersebut.
"Mereka melakukan pendekatan kepada Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin melalui orang dekatnya dengan cara melakukan beberapa pertemuan," ujar Saut.
Dalam mengurus IPPT, Toto mendapat pesan dari Bupati Neneng agar izin diajukan secara bertahap. Gayung bersambut, Toto menyanggupi dan menjanjikan uang untuk pengurusan izin.
Baca juga: KPK Kembali Panggil 2 Terpidana Kasus Meikarta dalam Kasus Sekda Jabar
Selanjutnya, pada Mei 2017, Bupati Bekasi Neneng akhirnya menandatangani Keputusan Bupati tentang IPPT dengan luas -846.356m2 untuk pembangunan komersial area kepada PT Lippo Cikarang.
Sebagai realisasinya, uang diberikan pada Neneng Hasanah Yasin melalui orang kepercayaannya dalam beberapa tahap. Diketahui ada 5 kali pemberian kepada Bupati Neneng, baik dalam bentuk Dollar dan Rupiah yang totalnya mencapai Rp10,5 miliar. KPK mengidentifikasi bahwa semua pemberian tersebut diketahui oleh Toto selaku Presdir.
Toto diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.