Bandung, Gatra.com - Hampir satu tahun sejak November 2018 hingga Juli 2019, tercatat ada 5 konflik yang terjadi antara macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) dengan warga di Jawa Barat (Jabar).
Ketua Badan Pengawas Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (BP FK3I), Dedi Kurniawan, menyampaikan, sebagian dari konflik tersebut sudah selesai dengan melepasliarkan kembali macan tutul Jawa ke habitatnya. Sementara sebagian masih mengambang, seperti kasus yang terjadi di Tasikmalaya.
"Kami sempat menerima laporan, kemudian ada pengejaran dan macannya sempat bersembunyi di pohon," kata Dedi di Bandung, Rabu (7/8).
Baca juga: Macan Tutul Masuk Kampung di Subang, Warga Heboh
Dia melanjutkan, namun setelah tiga hari pencarian, macan tidak ditemukan. Dedi menduga, kemungkinan besarnya macan yang diduga jantan muda tersebut sudah berhasil kabur, sehingga pencarian pun dihentikan.
"Tapi sebenarnya itu bisa jadi masalah lain. Jika benar dugaan itu jantan muda, artinya bisa jadi ada induknya dan sewaktu-waktu bisa kembali ke pemukiman," katanya.
Menurut Dedi, pyang menjadi masalah sampai saat ini adalah belum banyak masyarakat yang mengerti satwa liar dilindungi, termasuk macan tutul Jawa.
"Masyarakat masih belum paham apa yang harus mereka lakukan, ketika mendapati macan keluar dari habitatnya. Hingga akhirnya muncul konflik," katanya.
Banyak faktor yang menyebabkan adanya konflik antara satwa liar dengan manusia. Mulai dari berkurangnya pasokan makan, habitat yang terganggu, sampai perburuan. Jika melihat pemetaan dari 2011 lalu, Dedi menilai konflik yang terjadi karena berkurangnya makanan.
Baca juga: Macan Tutul yang Bikin Heboh di Subang, Siap Dilepasliarkan
"Umumnya terjadi ketika musim kemarau. Tapi ke sini-sini, konfliknya malah merambat jadi ke perdagangan satwa ilegal," ungkapnya.
Maraknya konflik antara macan tutul Jawa dengan masyarakat yang terjadi, Dedi berharap adanya tindakan yang lebih massif dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.
"Minimal sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan konflik, bukan hanya sekadar memasang plang peringatan saja," katanya.