Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) temukan fakta baru bahwa uang suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat PT. Garuda Indonesia tidak hanya berasal dari perusahaan asal Inggris, Rolls-Royce.
"KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan SS kepada ESA dan HDS tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/8).
Lebih terang, Laode menjelaskan ada empat perusahaan yang menjadi sumber uang suap kepada Eks Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar (ESA) dan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT. Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno (HDS).
Pertama dari Rolls Royce untuk kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program). Lalu dari Airbus S.A.S, terkait dengan kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320. Ketiga terkait kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 diduga dari perusahaan Avions de Transport Regional (ATR). Dan terakhir perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft untuk kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000.
Selaku Konsultan Bisnis dan komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno Soedarjo (SS) diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Kemudian ia juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
"SS selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada ESA dan HDS sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan itu," ungkap Laode.
Rinciannya, untuk Emirsyah senilai Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah. Lalu sebesar US$680 ribu dan €1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura. Tidak hanya itu Emirsyah juga menerima SGD1,2 juta untuk pelunasan apartemennya di Singapura.
Sementara Hadinoto, Soetikno diduga memberi US$2,3 juta dan €477 ribu yang ditransfer ke rekeningnya yang berada di Singapura.
"Dalam pengembangan kasus ini, diduga ada keterlibatan beberapa pabrikan asing yang perusahaan induknya ada di negara yang berbeda-beda. Untuk itu KPK membuka peluang kerja sama dengan otoritas penegak hukum dari negara-negara tersebut terkait dengan penanganan perkara ini," tandas Laode.