Kashmir, Gatra.com- Pemerintah India telah mencabut status otonomi khusus Kashmir yang berada dalam wilayah India. Langkah tersebut memicu ketegangan antara India dengan negara tetangganya,Pakistan.
Dilansir dari Aljazeera, dekrit presiden India pada Senin (5/8) mencabut Pasal 370 mengenai konstitusi India, menjamin hak khusus bagi Kashmir yang mayoritas Muslim. Termasuk hak konstitusi dan proses pengambilan keputusan keseluruhan, kecuali pertahanan, komunikasi, dan urusan luar negeri.
Menjelang dekrit tersebut, India mengirim ribuan pasukan dan memberlakukan jam malam. Selain itu, menutup telekomunikasi serta menangkap para pemimpin politik.
Perdana Menteri India, Narendra Modi mengatakan, pengesahan undang-undang sebaagi peristiwa penting demokrasi parlementer. "Saya salut kepada saudara dan saudari saya dari Jammu, Kashmir dan Ladakh atas keberanian dan ketangguhan mereka. Selama bertahun-tahun, kelompok kepentingan terselubung yang percaya pada pemerasan emosional, tidak pernah peduli dengan pemberdayaan masyarakat. Jammu dan Kashmir sekarang terbebas dari belenggu," kata Narendra Modi.
Modi juga menyatakan, pemerintahnya telah memenuhi permintaan lama rakyat Ladakh, wilayah yang sebagian besar wilayahnya beragama Budha. Ini dinyatakan sebagai wilayah persatuan India.
"Khusus untuk orang Ladakh, keputusan ini akan mendorong kemakmuran kawasan secara keseluruhan. [Selain itu], memastikan fasilitas pembangunan yang lebih baik," ujar Modi, Rabu (7/8).
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menunjukkan keprihatinan mendalam terhadap perkembangan terakhir di Jammu dan Kashmir. Dalam pertemuan darurat yang diadakan di Jeddah, Arab Saudi, Selasa (6/8), Sekretaris Jenderal OKI, Yousef bin Ahmed al-Othaimeen, menegaskan kembali dukungan OKI kepada masyarakat Jammu dan Kashmir. Dalam perjuangan mereka yang adil untuk mencapai hak mereka yang sah. Khususnya hak untuk menentukan nasib sendiri.
Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi mengatakan, langkah India yang mengganggu demografi Kashmir yang dikelola India dan status yang disengketakan adalah ancaman besar. Ini mengganggu kestabilan terhadap situasi yang sudah bergejolak di Asia Selatan yang akan berdampak serius.
OKI mengecam langkah ilegal dan sepihak India dan mendesak New Delhi mengizinkan akses ke Independent Permanent Human Rights Commission (IPHRC) dan badan-badan HAM internasional lainnya ke Kashmir. Bertujuan agar dikelola India secara independen. Khususnya untuk memverifikasi pelanggaran hak asasi manusia yang kasar dan terang-terangan.
Uni Eropa sedang memantau situasi dengan cermat dan menyerukan penghindaran ketegangan di kawasan itu. "Pesan utama kami di sini, sangat penting untuk menghindari, meningkatnya ketegangan di Kashmir dan di kawasan itu," ucap Juru Bicara Uni Eropa untuk Luar Negeri, Carlos Martin Ruiz de Gordejuela, dalam konferensi pers, Selasa (6/8).
Selain itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, telah melakukan pembicaraan via telepon dengan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan. Ia akan segera menghubungi Perdana Menteri India Narendra Modi dengan harapan dapat mengurangi ketegangan yang meningkat di wilayah tersebut.
Perdana Menteri Pakistan, Khan menanggapi Erdogan, pemerintahnya akan menantang langkah India untuk mengubah status konstitusional Kashmir yang dikelola India di Dewan Keamanan PBB. Ia mendesak masyarakat internasional untuk campur tangan dalam krisis atau risiko destabilisasi regional.
"Kami akan mengangkat ini di setiap tingkat, di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami sedang memikirkan bagaimana bisa pergi ke [Mahkamah Internasional] melalui Dewan Keamanan PBB. Kami akan mengangkat masalah ini di setiap forum," kata Khan, berpidato pada sidang bersama parlemen Pakistan di Ibu Kota Pakistan, Islamabad.