Semarang, Gatra.com - Budaya ngaret atau molor dalam hal menggunakan waktu seperti menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Ditambah kondisi jalan raya yang semakin padat akan adanya kendaraan.
City Manager 2 Wheel Semarang, Grab Indonesia, Ramdan Fitriyadi, mengatakan, Semarang menjadi peringkat ke-7 kepadatan kendaraaan di Indonesia. "Kondisinya seperti itu, Semarang memang sudah tidak terlewatkan kemacetannya," katanya di Semarang, Selasa (6/8).
Maka dari itu, pihaknya meningkatkan fitur layanan aplikasi Grab menjadi lebih ramah dengan para pelanggan. Menurutnya, pengguna layanan grab, roda dua mencapai 70 persen, sementara roda empat mencapai 30 persen pengguna. "Semarang menjadi kota pertama untuk berkampanye antingaret. Sebagai solusi untuk kepada pejuang anti-ngaret," ujarnya.
Adapun Senior Manager Marketing Grab Indonesia Michael Dwi Putra mengatakan di era kemajuan masyarakat modern sekarang ini, penggunaan waktu seefektif dan efisien mungkin sangat dibutuhkan.
"Sebenarnya, kita ingin meng-highlight tentang fenomena ngaret yang mungkin sudah sangat populer di Indonesia. kita memfasilitasi orang yang sudah terbiasa dengan budaya malas, tapi justru orang-orang yang sangat menghargai waktu. Kita menyebutnya sebagai orang-orang pejuang anti-ngaret," ucapnya
Michael lebih lanjut menjelaskan, kampanye antingaret tidak hanya dilakukan di Kota Semarang saja tapi di sejumlah kota besar di Indonesia. "Semarang menjadi kota pertama, setalah ini akan ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya," tuturnya.
Sosiolog dan peneliti independen, Bayu A Yulianto menjelaskan, dampak dari budaya selalu mengulur waktu memang berpengaruh pada produktivitas kerja. Oleh karena itu, sebagai masyarakat modern harus bisa menghilangkan budaya ngaret.
"Hadirnya transportasi online sebagai pendukung mobilitas masyarakat modern sangat dibutuhkan. Kecepatan dan maksimal di dalam memanfaatkan waktu ini sangat penting," ucap Bayu.