Surabaya, Gatra.com – Pengasuh Pondok Pesantren Queen Al Azhar Darul Ulum, Jombang, K.H. Zahrul Azhar alias Gus Hans, punya kenangan yang masih membekas hingga sekarang tentang sosok K.H. Maimoen Zubair atau Mbah Moen.
“Teringat pada saat Muktamar NU di Makassar pada 2010, saya berkesempatan makan malam di rumah Pak Aksa Mahmud bersama beliau,” kata Gus Hans mengawali kenangannya 9 tahun lalu itu kepada Gatra.com, Selasa (6/8).
Di sela makam malam itu, Gus Hans memberanikan diri bertanya kepada Mbah Moen. “Kiai nopo jenengan berkenan untuk maju menjadi Rais Aam (PBNU) jika dikehendaki oleh muktamirin sebagai jalan keluar dari kebuntuan?” tanya Gus Hans kepada Mbah Moen.
“Saya ini siap menjadi kran yang diperlukan untuk membuka aliran air mampet yang akan berpotensi mengakibatkan pecahnya pipa karena tekanan air yang kuat,” jawab Mbah Moen kepada Gus Hans.
Waktu Muktamar NU di Makassar, suasana kontestasi Rais Aam PBNU dan Ketua Umum Tanfidz sangat keras. Salah satu kandidat kuat Rais Aam PBNU waktu itu adalah K.H. Hasyim Muzadi yang sudah dua periode menjabat Ketua Umum Tanfidziyah PBNU.
“Bahkan masih teringat di benak saya wajah-wajah para elit politik nahdliyin yang sekarang ini sedang beken, berteriak-teriak menghujat almarhum K.H. Hasyim Muzadi dengan kata-kata yang tidak pantas. Saya sampe ngelus dada,” Gus Hans mengenang.
Kala itu, keterlibatan pihak istana cukup terasa dari balik layar.
Gus Hans mengaku sama sekali tidak melihat raut wajah ambisi dari Mbah Moen yang menginginkan jabatan Rais Aam PBNU. “Dari wajah sejuk beliau yang beliau pikirkan adalah keutuhan Nahdlatul Ulama,” kenangnya.
Mbah Moen ini menjabat Mustasyar PBNU meninggal dunia di RS An Noor, Mekkah, di sela menunaikan ibadah haji, Selasa (6/8), sekitar pukul 04.17 Waktu Saudi Arabia.
Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, kelahiran 28 Oktober 1928 itu adalah Ketua Majelis Syariah PPP. Almarhum wafat pada usia 90 tahun.
Reporter: Abdul Hady JM