Cilacap, Gatra.com – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah mengintensifkan sosialiasi perlindungan satwa langka dan dilindungi di kawasan Laguna Segara Anakan, Cilacap usai terjeratnya seekor buaya muara (Crocodylus porosus) sepanjang 4,2 meter di jaring apong nelayan, Minggu (5/8) lalu.
Kepala BKSDA Resor Konservasi Wilayah Cilacap, Endi Suryo Heksianto mengatakan sosialisasi itu mesti dilakukan lantaran diduga masih banyak buaya muara di Laguna Segara Anakan. Dikhawatirkan, buaya diburu lantaran dianggap membahayakan.
“Yang kita khawatirkan kan masih ada buaya-buaya yang lain. Ya karena di hulu, Sungai Citanduy, itu memang ada itu Mas. Di sana ada habitatnya,” katanya, kepada gatra.com, Selasa (6/8).
Dia menyarankan agar nelayan melapor kepada BKSDA atau instansi lainnya jika kembali mendapati buaya. Sebab, saat ini saja sudah banyak laporan-laporan penampakan buaya berbagai ukuran di Laguna Segara Anakan.
Menurut dia, Laguna Segara Anakan merupakan habitat buaya. Namun, selama belasan tahun, buaya tak pernah nampak lantaran selalu berada di wilayah terbatas di Segara Anakan hulu Sungai Citanduy.
Informasi dari warga Kampung Laut, wilayah tersebut merupakan habitat buaya yang jarang sekali didatangi nelayan. Dia menduga buaya bermigrasi keluar dari kawasannya sehingga kerap terlihat oleh manusia.
“Informasi dari orang-orang Kampung Laut juga, Segara Anakan hulu sungai Citanduy, itu memang habitatnya. Jarang sekali manusia ke sana,” jelasnya.
selain buaya, di kawasan Laguna Segara Anakan juga masih banyak ditemukan satwa dilindungi lainnya, seperti lutung, bermacam jenis burung dilindungi seperti Alap-alap dan elang laut. Karenanya, momentum terjeratnya buaya muara itu akan digunakan untuk mensosialiasikan pelestarian Laguna Segara Anakan.
“Tindak lanjutnya kita akan mensosialisasikan agar warga ikut melestarian satwa langka atau dilindungi,” ucapnya.
Dia menambahkan, peran serta masyarakat dalam pelestarian satwa dilindungi sangat penting. Sebab, masyarakat lah yang paling paham wilayah dan tiap hari bersentuhan langsung dengan alam. Karenanya, partisipasi masyarakat akan menentukan berhasil atau tidaknya perlindungan satwa, selain penegakan hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.