Jakarta, Gatra.com - Pengamat Pendidikan, Mohammad Abduhzen berpendapat, wacana dosen dan rektor asing yang disampaikan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tingi (Menristekdikti) Mohamad Nasir untuk mendongrak peringkat serta mutu perguruan tinggi di Indonesia menimbulkan polemik. Dikhawatirkan menimbulkan gap antara dosen asing dan dosen dalam negeri.
Selain masalah sosial dan bahasa, Abduhzen juga menyoroti permasalahan gaji atau penghasilan yang akan berbeda jauh antara dosen asing dan dalam negeri. Anggaran besar untuk membayar jasa dosen asing, pasti lebih mahal dibandingkan gaji dosen lokal . Abduhzen menyarakan anggaran sebaiknya dipakai untuk penambahan fasilitas dan riset di setiap kampus.
“Ada banyak gap yang akan terjadi jika dosen atau rektor asing ditarik ke perguruan dalam negeri. Apalagi mereka pasti mereka maunya dibayar mahal. Lebih baik dana tersebut digunakan untuk perbaikan fungsi akademik di setiap perguruan tinggi. Di beberapa perguruan tinggi itu fasilitasnya masih kurang, guru besar tidak ada ruangan tersendiri, laboratorium belum banyak. Lebih baik difokuskan kesitu untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang output-nya adalah peningkatan kualitas,” kata Abduhzen saat dihubungi Gatra.com
Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan tujuan pendatangan dosen dan rektor asing yang bertujuan meningkatkan rangking perguruan tinggi dalam negeri di rdunia. Menurut Abduhzen, rangking perguruan tinggi seharunya bukan menjadi tujuan yang dikejar oleh Kemenristekdikti. Fokus utama seharusnya menghidupkan lingkungan akademis di perguruan tinggi.
“Lagipula buat apa mengejar yang namanya rangking perguruan tinggi di dunia. Pemerintah harunya fokus saja pada pembangunan lingkungan akademis di perguruan tinggi, itu yang harus dihidupkan. Nanti autput-nya pun akan berbuah karya ilmiah dan prestasi yang juga passti berpengaruh pada peringkat dunia nantinya,” ungkapnya.
Terakhir, Abduhzen mengatakan bahwa sejatinya civitas akademika dalam negeri tidaklah lebih bodoh dan di bawah dari civitas akademika luar negeri. Hanya saja, untuk kasus di dalam negeri belum adanya kesempatan dan keterbukaan dari pemerintah untuk mengembangkan civitas akademika dalam negeri. Untuk itu, dirinya mengharapkan pemerintahan Presiden Jokowi lebih memfokuskan pada pembangunan pendidikan di periode keduanya kali ini.
“Mari kita curahkan fokus kita pada pembangunan pendidikan perguruan tinggi, jadikan itu sebagai agenda utama, mumpung sedang mencanangkan SDM, ayo sekarang. Coba pak Jokowi Tongkrongi lah perguruan tinggi seperti bapak nongkrongi jalan tol. Saya yakin akan bisa maju,” tutupnya.