Jakarta, Gatra.com - Lokataru Foundation mengungkap adanya kewajiban akreditasi fasilitas kesehatan (faskes) pada praktiknya telah menghambat masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan.
“Ini terkait pantauan kami selama lima bulan terakhir, terhadap masalah di BPJS Kesehatan,” kata Direktur Utama Lokataru, Haris Azhar, dalam forum diskusi yang dihadiri sejumlah awak media di Jakarta, Minggu (4/8).
Haris menyebut dari hasil penelitian selama ini, dibagi tiga poin utama.
Pertama, banyak rumah sakit yang belum terakreditasi, ataupun akan habis masa akreditasinya sehingga bisa sewaktu-waktu terjadi pemutusan hubungan kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
“Kedua, akibat pemutusan kerja sama tersebut, bakal banyak pasien dengan kategori penanganan intensif, utamanya di rumah sakit yang didiskualifikasi, harus tertunda,” katanya.
Terakhir, lanjut Haris, asosiasi faskes seperti PERSI dan PKFI mengatakan bahwa akreditasi ini menyulitkan, mulai dari faktor sumber daya manusia yang belum kompeten, dan sarana-prasarana yang harus dilengkapi.
"Jika banyak yang didiskualifikasi, ketersediaan layanan kesehatan bakal berkurang," katanya.
Haris mengatakan bahwa selama ini, baik pihak RS dan BPJS terjadi saling tuding.
Padahal, dalam konteks pelayanan secara nasional, enggak semua rumah sakit di daerah punya kemampuan yang cukup untuk menunjang akreditasi yang diberikan.
“Masalah ini, telah terjadi di lebih dari 15 kota di Indonesia,” ujarnya.
Haris mengungkapkan, persoalan ini tidak bersifat dua arah. Yang di atas bikin kebijakan untuk yang bawah, tetapi yang di bawah tidak bisa berbuat apa-apa.
Artinya, pasien BPJS akan kesulitan mencari rumah sakit yang mau menampung mereka, karena pemutusan hubungan kerja sama yang sepihak.
“Ini sama saja mengancam hak atas pemenuhan kesehatan, yang serupa atau sama halnya dengan mengancam hak asasi manusia,” katanya.
Peneliti Lokataru, Elfiansyah menyebut dampak dari semua itu, akan ada pasien BPJS harus mencari rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS untuk mendapatkan pelayanan.
"Ini artinya, tidak bijaksana keputusan ini," tambahnya.