Home Ekonomi Kenapa Selalu Defisit, Pakar: Salah Perhitungan Iuran BPJS

Kenapa Selalu Defisit, Pakar: Salah Perhitungan Iuran BPJS

Jakarta, Gatra.com - Perhitungan besaran iuran BPJS bagi peserta pekerja penerima upah (PPU) yang bekerja di lembaga pemerintahan seperti PNS, TNI, dan Polri sebesar 5% dari gaji pokok dinilai keliru. Hal tersebut bisa menjadi celah defisit BPJS. 

Pakar jaminan sosial, Hasbullah Thabrany mengatakan gaji pokok tidak bisa menjadi patokan besaran iuran BPJS. Besaran iuran seharusnya diambil dari total pendapatan setiap peserta BPJS. 

"Pegawai negeri iurannya 5% diambil dari gaji pokok, seorang pejabat di Kemenkeu eselon 1, gaji pokoknya mungkin cuma Rp5 juta. Tapi take home income-nya sampai Rp150 juta. Harusnya dia bayar iuran 5% dari 150 juta, bukan dari Rp5 juta," ungkap Thabrany saat ditemui di RS. Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat, Sabtu (4/8).

Meski iuran yang dibebankan kepada setiap peserta berbeda, namun pelayanan kesehatan untuk semua kalangan sakit merata. Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ini menegaskan setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama. 

Konsep iuran, sambung dia, sudah sesuai Undang-undang SISN. Di mana iuaran menggunakan sistem gotong royong, yang berpenghasilan tinggi membantu orang-orang  dengan penghasilan rendah.

Namun, penerapannya tidak sesuai dan kemudian membuat anggaran untuk BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit. 

"Akibatnya enggak cukup iuran dan selalu defisit. Itu ujungnya di besaran iuran yang ditetapin pemerintah, tidak sesuai dengan hitungan-hitungan kebutuhan," kata Thabrany.

1052