Jakarta, Gatra.com - Pakar jaminan sosial, Hasbullah Thabrany menyebut defisit yang dialmi BPJS sudah direncanakan atau intended deficit. Hal itu sebagai bukti kegagalan pemerintah mengelola BPJS.
“IJadi bukan defisit karena kebanyakan klaim, tapi memang dari awal sudah direncanakan, sudah diketahui bakal defisit. Defisit itu adalah bukti gagalnya pemerintah," jelas Thabrany saat ditemui di RS Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat, Sabtu (3/7).
Sejak awal, sambung dia, anggaran untuk BPJS dan jumlah masyarakat yang diberi jaminan kesehatan sudah diperhitungkan sebelumnya. Meski perhitungan pemerintah tidak sesuai dengan prediksikan para ahli.
Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia tersebut mengatakan anggaran yang dikucurkan Menteri Keuangan tidak pernah cukup untuk tanggungan jaminan kesehatan. Hingga pada akhirnya, defisit yang selalu menjadi permasalahan.
"Pada 2013, kita sudah hitung dan waktu itu sudah diusulkan PBI Rp27.500. tapi kemudian pemerintah menolak, maunya 19.225, ya udah pasti defisit lah. Di tahun 2016, kita sudah itung-itung 36.000, pemerintah menolak, maunya 23.000," tambah Thabrany.
Untuk mengatasi defisit BPJS, Thabrany menyarankan pemerintah, melalui Menkeu melakukan riset terlebih dulu, sebelum memberikan anggaran. Jika hal itu dilakukan, kemungkinan BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit.
"Saat ini tidak terbuka. Kalau dia terbuka, kepercayaan akan meningkat, maka mereka mau bayar. Kalau tertutup ya sudah. Kepada Menkeu, putuskan kebijakan jangan berdasarkan perasaan tapi pakai data," pungkas dia.