Jakarta, Gatra.com - Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, Tengku Munirwan ditetapkan menjadi tersangka kasus peredaran benih IF8 pada Selasa (23/7). Kemudian, penahanannya ditangguhkan oleh Polda Aceh pada Jumat (26/7).
Menyikapi kasus tersebut, Munirwan mengaku menghormati keputusan hukum yang ada dan mengapresiasi langkah Polda Aceh yang memberinya penangguhan.
Namun, Ia menolak anggapan bahwa dirinya melakukan penjualan benih sebagaimana yang dituduhkan sebelumnya.
"Cerita awal sebebarnya kami mengembangkan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). IF8 ditetapkan jadi program unggulan desa jadi program prioritas dari Kementerian Desa," ungkapnya ketika dihubungi oleh Gatra.com pada Jumat (2/8).
Adapun benih tersebut didapatkan melalui bantuan Lembaga Pemberdayaan Aceh melalui Gubernur Aceh. Benih tersebut berasal dari Karanganyar dan dikembangkan oleh Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI).
Munirwan menjelaskan bahwa melalui BUMDes pihaknya ingin membangun ekonomi masyarakat khususnya petani. Ia menyadari padi sawah tadah hujan sebagai potensi desa yang mesti dikembangkan.
"Kita bangun saprodi (sarana produksi pertanian) dan menjalani pembiayaan petani desa. Kita bina petani-petani di bawah BUMDes. Butuh pupuk, pestisida, dan segala macam disediakan di BUMDes. Harga normal tapi pembayaran saat panen," terangnya.
Kebijakan ini Ia tuangkan dalam Peraturan Desa. Berdasarkan pengukuran ubinan dari Dinas Pertanian setempat, produktivitas IF8 bisa mencapai sebesar 11,8 ton per hektare.
Sambungnya, BUMDes membayar gabah petani dari panen IF8 minimal Rp500/kg di atas harga pasar. Gabah yang dipotong dengan tembing dihargai sebesar Rp5.000/kg, sedangkan dengan tangan Rp6.000/kg. Sedangkan harga pasar Rp4.500/kg.
Selanjutnya, IF8 dimasukkan ke bursa inovasi desa dan mendapat juara II Inovasi Desa Nasional. Kemudian, lebih dari 75 persen desa-desa di Aceh Utara berkomitmen untuk menggunakan IF8 dan dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Bupati menyarankan semua sawah menanam IF8 sebagaimana Meunasah Rayeuk dalam rangka mengembangkan produk unggulan desa dan PAD (Pendapatan Asli Desa), kami dari Meunasah Rayeuk membuat pengadaan," tuturnya.
Terkait jabatannya sebagai Direktur PT BNI (Bumides Nisami Indonesia), Ia mengaku mendapat surat kuasa dari pengurus BUMDes dan perusahaan tersebut adalah unit dalam BUMDes.
"Komitmen desa kita salurkan dananya mendahului (menalangi ongkos petani) semua. Dananya dari pencairan dana desa. Benih padi IF8 diminta pada bulan Maret. Pencairan dana desa baru Mei-Juni. Otomatis yamg jadi modal punya masyarakat saya (Desa Meunasah Rayeuk)," ujarnya.
Munirwan menampung gabah petani sebesar 160 ton. Ia pun mengakui BUMDes berutang kepada petani sebesar Rp700 juta. Hal ini belum termasuk utang pembayaran 160 ton gabah yang disimpan dan biaya-biaya lain.
"Biaya yang masuk (dari dana desa) baru sepertiga dari yang sudah disalurkan. Hari ini petani terpaksa meraba-raba dadanya. Bagaimana kita minta (dana kepada) aparat desa, terus saya dipenjara," ujarnya.
Dalam kesempatan lain, Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian, Kementerian Pertanian, Erizal Jamal menilai Munirwan menyalahi aturan menururt Permentan No.40 Tahun 2017.
"Iya, artinya beliau melakukan bisnis benih seperti yang lain dan belum didaftarkan sebagai penangkar," jelasnya ketika dihubungi Gatra.com pada Jumat (2/8).
Meskipun demikian, Ia menganggap Munirwan sebagai petani berhak mengedarkan benihnya di dalam komunitasnya sendiri.
"Benihnya kami coba telusuri asal usulnya dan kami coba (upaya) persuasif kepada pemiliknya supaya dilepas, sehingga bisa diedarkan secara resmi," tuturnya.