Semarang, Gatra.com – Kondisi Monumen Chinkon No Hi atau Monumen Ketenangan Jiwa sangat memprihatinkan. Keberadaannya seakan terabaikan, banyak ilalang yang tumbuh tinggi di sekitaran monumen, dan sampah-sampah pun berserakan di sekitarnya.
Pendirian monumen di Kawasan Pantai Baruna Semarang itu merupakan penghormatan kepada 150-an serdadu dan warga sipil Jepang yang meninggal dunia pada rangkaian Pertempuran 5 Hari di Semarang.
Kepala Bidang Industri Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemeritah Kota Semarang, Syamsul Bahri, menyatakan bahwa pihaknya masih mencari tahu kepemilikan tanah dikawasan Monumen Chinkon No Hi.
“Kami lagi cek, ini tanah siapa. kalau tanah milik pemkot maka kami akan buat tempat destinasi wisata, atau tanah milik pribadi akan kita bicarakan,” katanya seusai kegiatan pembersihan rumput dan ilalang di Monumen Chinkon No Hi, Semarang, Jumat (2/8).
Ia mengemukakan, bangunan Monumen Ketenangan Jiwa merupakan cagar budaya dan harus dilindungi. Monumen tersebut untuk mengenang Pertempuran 5 Hari di Semarang antara tentara Indonesia melawan tentara Jepang. “Ini akan kami kembangkan sebagai cagar budaya. Tujuannya untuk mengingatkan Pertempuran 5 Hari di semarang. Nanti akan kita buatkan akses jalanya,” ujarnya.
Sementara itu, Pendiri Yayasan Rumah Pancasila dan Klinik Hukum, Theodorus Yosep Parera, mengatakan monumen Chinkon No Hi harus dijaga dan dirawat. Sebab, bangunan itu adalah lambang perdamaian dunia.
“Mereka (pemerintah) menyambut baik rencana itu, sekaligus komitmen untuk revitalisasi monumen tersebut, termasuk rencana dijadikan tempat wisata sejarah. Monumen ini merupakan bentuk kedamaian,” kata yosep.
Selain dinas terkait, Yosep juga mengajak para mahasiswa ikut bergerak bersama membersihkan monumen yang berada di hilir sungai banjir kanal barat. “Kita bekerja bersama-sama ada dari dinas pariwisata, kecematan, dari komunitas, mahasiswa dan 10 napi Lapas Kedungpane ikut kerja bakti hari ini,” ujarnya.