Jakarta, Gatra.com -- Lembaga-lembaga penelitian sepakat mengesampingkan perselisihan mereka tentang fungsi dari apa yang disebut 'Stonehenge Armenia'. Terdiri dari 223 batu, Carahunge lebih tua daripada Stonehenge di Wiltshire, Inggris yang dibangun 2.500 tahun Sebelum Masehi. Diperdebatkan tujuan dan fungsi pembangunannya. Demikian dailymail.com, 1 Agustus 2019.
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa situs prasejarah itu digunakan sebagai observatorium astronomi, yang lain berpendapat itu hanya pemukiman konvensional. Carahunge - dijuluki 'Armenian Stonehenge' - terletak di dekat kota Sisian, di Provinsi Syunik.
Situs ini menampilkan 223 batu yang diletakkan di atas 7 hektar - ukurannya setara dengan 13 lapangan sepakbola - dalam berbagai pola. Berat bebatuan mencapai 10 ton dan berdiri setinggi 10 kaki (3 meter) di atas tanah. Sekitar 80 batu itu memiliki lubang yang menyebabkan batu-batu itu bersiul ketika angin. Dari sinilah nama Carahunge - 'batu berbicara' – disematkan.
Tujuan asli dari konstruksi kuno telah menjadi bahan perdebatan. Ada dua teori yang saling bersaing, situs itu berupa observatorium astronomi kuno, atau pemukiman konvensional. Usia situs juga tidak jelas -pendukung teori observatorium mengusukan Carahunge dibangun sekitar 5.500 SM. Sebaliknya, para ahli lain menyarankan situs ini berasal dari Zaman Perunggu Pertengahan dan Zaman Besi, 1.500–300 SM.
Para anggota LSM Sejarah-Budaya Bnorran dengan Institut Arkeologi dan Etnografi Armenia meneken kesepakatan untuk berkolaborasi mengungkap misteri Carahunge. Kedua kelompok peneliti berselisih hebat tentang Carahunge. Kelompok peneliti situs arkeologi yang mengklaim situs itu berusia 7.500 tahun, merupakan observatorium yang paling awal diketahui. "Kami pikir Carahunge - tempat lebih dari 200 batu berada, dengan 80 lubang adalah observatorium astronomi kuno," kata anggota dewan Bnorran, Arevik Sargsyan kepada Armenpress.
Ide ini sebagian didasarkan pada karya fisikawan Paris Herouni, yang berpendapat bahwa kompleks kuno itu berasal dari sekitar 5.500 SM. Dia menyarankan, batu-batu itu sengaja diposisikan sejajar dengan Deneb, bintang paling terang di konstelasi Cygnus, bersama dengan posisi matahari dan bulan pada waktu-waktu tertentu setiap tahun.
"Menurut pendapat lain, Carahunge bukan observatorium astronomi," kata Sargsyan. Bagi mereka, ia menambahkan, “Itu hanyalah situs kuno, sebuah pemukiman atau makam." Dalam teori ini, batu-batu membentuk sisa-sisa struktural dari tembok kota, di mana batu-batu tersebut mendukung tumpukan puing-puing dan lempung yang telah dipindahkan dari situs.
Ini adalah pendapat yang dipegang para peneliti di Institut Arkeologi dan Etnografi, yang telah lama tidak setuju dengan interpretasi astronomi dari Sargsyan dan rekan-rekannya. Tidak satu pun alat astronomi telah digali dari situs Carahunge, direktur institut Pavel Avetisyan, dan pemimpin tim ekspedisi arkeologi Ashot Piliposyan mengatakan kepada Armenpress.
Lebih lanjut, mereka mencatat, beberapa lubang di batu - yang sering dikutip sebagai bukti yang mendukung situs yang telah menjadi observatorium astronomi - terletak di bagian bawah batu dan tidak menunjuk ke bintang.