Washington DC, Gatra.com - Pada Juli 2019 menjadi bulan terpanas sepanjang sejarah, dibandingkan periode Juli 2016. Data awal yang dirilis oleh Copernicus Climate Change Programme (C3S), periode 1-29 Juli menyatakan suhu di Juli lalu melampaui rekor bulan terpanas yang pernah ditetapkan pada Juli 2016. Laman CNN melaporkan, Kamis (1/8), bumi sedang mengalami pemanasan ekstrem.
Ilmuwan senior Copernicus Freja Vamborg, yang menjadi bagian dari Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa mengatakan, suhu rata-rata global pada 1-29 Juli diperkirakan mencapai 16,6 derajat Celcius (61,88 derajat Fahrenheit), menyaingi rekor pada Juli 2016 dari 16,67 derajat Celcius (62 Fahrenheit).
Menurut Vamborg, suhu selama 12 bulan terakhir yang dicatat antara Juli 2015 dan Juni 2016 "sangat mirip." Suhu bumi menjadi dampak dari peristiwa El Nino terkuat yang pernah tercatat.
Peristiwa El Nino ditandai dengan pemanasan air laut di Samudra Pasifik dan memiliki efek pemanasan yang nyata pada suhu rata-rata bumi. Di periode awal 2019, El Nino sempat melemah dan beralih ke fase netral, namun di pertengahan tahun El Nino justru membuat suhu pada Juli begitu ekstrem, bahkan lebih mengkhawatirkan.
Gelombang panas telah menghebat di Eropa pada periode musim panas ini. Suhu ekstrem ini bahkan memecahkan rekor suhu terpanas di selusin negara. Para ilmuwan telah memperingatkan, bumi sedang mengalami gelombang panas dan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.
Eropa bukan satu-satunya wilayah yang dipanggang pada Juli. Anchorage, Alaska, mencatat bulan terpanasnya, dan panas ekstrem telah menjadi penyebab kebakaran hutan yang "belum pernah terjadi sebelumnya" di Kutub Utara dan memicu pencairan lapisan es Greenland secara massal.
"Ini bukan fiksi ilmiah. Ini adalah realitas dari perubahan iklim. Itu terjadi sekarang, dan itu akan memburuk di masa depan tanpa tindakan iklim yang mendesak. Waktu hampir habis untuk mengendalikan kenaikan suhu berbahaya dengan berbagai dampak pada planet kita," ujar Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia.
Pada 2015 hingga 2018 adalah empat tahun terhangat yang pernah tercatat, menurut Copernicus dan kelompok pengamat suhu independen lainnya, seperti Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS dan NASA.
Vamborg menambahkan, data menunjukkan manusia sedang berada di jalur untuk tahun terpanas kedua. Dia menambahkan suhu tertinggi ini sejalan dengan prediksi iklim oleh para ahli, dan kita akan melihat lebih banyak catatan jika kita gagal mengekang emisi gas rumah kaca.
Panel antarpemerintah untuk perubahan iklim PBB memperingatkan tahun lalu kita memiliki waktu hingga 2030 untuk menghindari tingkat pemanasan global yang begitu dahsyat, dan meminta pemerintah di tiap negara untuk memenuhi kewajiban mereka berdasarkan Perjanjian Paris 2015. Hampir 200 negara dan Uni Eropa telah berjanji untuk menjaga suhu global di bawah 2 derajat Celcius sebagai bagian dari Perjanjian Paris.