Jakarta, Gatra.com - Empat korban salah tangkap pengamen Cipulir melaporkan Elfian, hakim tunggal Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ke Komisi Yudisial.
Kuasa hukum korban dari LBH Jakarta, Oky Wiratama mengatakan pelaporan ini dilakukan karena hakim diduga telah melakukan pelanggaran hukum acara pidana dalam memutus permohonan ganti kerugian keempat korban salah tangkap tersebut.
"Putusan tersebut sangatlah tidak berkeadilan, karena hakim dalam pertimbangannya tidak mempertimbangkan salinan putusan peninjauan kembali yang telah diterima LBH Jakarta pada 25 Maret 2019," kata Oky di Komisi Yudisial, Jakarta, Jumat (2/8).
Menurut Oky pada saat membacakan putusan, hakim tunggal tidak memberikan dasar hukum apa mengenai tafsir frasa "ATAU" dalam PP 29/2015. Di dalam Pasal 7 ayat (1) PP 92 tahun 2015, disebutkan bahwa ”Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak petikan ATAU Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima”
"Karena kami kan sudah menerima salinan putusan pengadilan per 20 Maret 2019 itulah yang jadi dasar kami kami untuk mengajukan praperadilan. Namun pada saat putusan jika didengarkan, tidak ada pertimbangan Hakim yang atas dasar apa dasar hukum apa yang mengesampingkan salinan putusan pengadilan ini," ujarnya.
Sebelumnya pada tanggal 30 Juli 2019, permohonan Praperadilan ganti kerugian ke-empat korban salah tangkap ditolak dengan alasan permohonan praperadian ganti kerugian sudah kadaluwarsa karena petikan putusan diterima Maret 2016.
Sehingga hal ini diduga merupakan bentuk dalam pelanggaran hukum acara pidana, yang telah melanggar pasal 82 ayat (2) KUHAP.