Home Internasional IGJ Pandang Indo-Pacific Outlook Butuh Kajian Mendalam

IGJ Pandang Indo-Pacific Outlook Butuh Kajian Mendalam

Jakarta, Gatra.com - Dalam beberapa konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN terakhir Indonesia menyerukan konsep kerja sama kawasan yang bernama Indo-Pacific Outlook. Model kerja sama ini dilihat sebagai usulan yang bagus, namun juga dianggap butuh kajian yang lebih mendalam.

"Kami melihat inisiatif Indonesia mendorong sebuah konsep regionalisme baru yang diarahkan pada indo-pasifik menjadi sebuah tawaran menarik. Tapi apakah ini menjadi sebuah sintesis dari polemik pertarungan dua kekuatan dunia? Ini yang perlu dikaji lebih mendalam," ucap Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti saat dihubungi Gatra.com, Jumat (2/8).

Rachmi menyebutkan pencapaian Indo-Pacific Outlook harus dicapai dengan syarat-syarat yang tepat. Misalnya, saat ini krisis demokrasi di beberapa negara ASEAN masih menjadi isu besar yang pada akhirnya ini dapat menghambat terwujudnya kerjasama.

"Diantara negara ASEAN sendiri isu demokrasi ditengah rezim otoriter-populis di beberapa negara masih menjadi tantangan, sehingga akan sangat klise jika ingin membangun kerjasama yang seharusnya berlandaskan pada prinsip negara merdeka," ujar Rachmi.

Lalu, kata Rachmi, pilihan terhadap kerjasama regional di bawah outlook Indo-Pasifik ini perlu dikaji. Rachmi mencontohkan jika berkaca pada proses perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Hingga saat ini, RCEP bisa dikatakan sebuah kerjasama yang mewakili kawasan yang cukup besar di area Asia pasifik.

"Namun, semangat yang dibangun masih belum menunjukan south to south cooperation, yaitu rasa kebersamaan sesama negara Asia (dalam RCEP)," tambahnya.

Selain itu, Rachmi berpandangan jika Pemerintah Indonesia menilai kerjasama ekonomi di kawasan Indo-pasifik akan mendorong keberhasilan peningkatan nilai perdagangan Indonesia, maka satu syarat penting harus diberlakukan. Yaitu perubahan struktural dalam kebijakan perdagangan Indonesia yang mampu mendongkrak daya saing industri, diluar dari komoditas unggulan yang Indonesia miliki hari ini. "Dan itu butuh waktu," kata Rachmi.

112