Jakarta, Gatra.com - Kementerian Pertanian (Kementan) menginisiasi kegiatan pilot project pengembangan kawasan perbenihan jagung berbasis korporasi petani di tahun 2019 untuk mewujudkan arahan Presiden Jokowi untuk membangun korporasi petani.
Direktur Perbenihan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Takdir Mulyadi, di Jakarta, Jumat (2/8), menjelaskan, penguatan kelembagaan kawasan korporasi tersebut dilakukan melalui pengawalan, pembinaan, dan pendampingan dalam teknik produksi benih jagung. Kemudian dengan memberikan bantuan sarana produksi, alsintan, infrastruktur, dan akses pasar.
"Bentuk dukungan bantuan yang diberikan ke petani berupa sarana produksi benih sumber, pestisida, dan pupuk," kata Takdir dalam keterangan tertulis.
Di samping itu, lanjutnya, dalam rangka penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), petani dibekali kemampuan teknis penangkaran benih jagung hibrida. Hal ini bertujuan agar petani bisa membuat benih jagung hibrida secara mandiri.
"Kelompok tani di Kecamatan Jatirogo, Tuban contohnya, saat ini sedang dilaksanakan percepatan tanam penangkaran benih jagung hibrida varietas Nasa 29 secara bertahap seluas 89,6 hektare dari target Provinsi Jatim seluas 675 hektare," ujarnya.
Adapun kebutuhan benih jagung di Tuban meningkat signifikan setiap tahunnya. Dengan dilaksanakan percepatan gerakan tanam perbenihan jagung hibrida berbasis korporasi, maka Provinsi Jawa Timur nantinya dapat memenuhi kebutuhan benih jagung hibrida untuk wilayahnya dan bisa memangkas biaya produksi serta meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani.
"Harapan ke depan, Kabupaten Tuban, Jatim dapat memenuhi ketersediaan benih jagung hibrida di wilayah Jawa dan sekitarnya secara mandiri dan berkesinambungan mulai dari hulu sampai hilir yang dikelola dalam bentuk kelembagaan koperasi petani," ungkap Takdir.
Pelaksanaan Korporasi Perbenihan
Takdir menyatakan kegiatan korporasi perbenihan akan dilaksanakan tiga tahap selama lima tahun. Pada tahun pertama dan kedua difokuskan pada penguatan kelembagaan petani.
"Tahun ketiga dan keempat pada pengembangan kelembagaan ekonomi petani dan tahun kelima pada pemantapan korporasi petani," ujarnya.
Dengan adanya korporasi ini, tegas Takdir, diharapkan petani tidak lagi menjual jagung berupa jagung konsumsi. Namun demikian dalam bentuk benih yang lebih mahal dibandingkan jual konsumsi dan menekan biaya produksi.
"Selain itu, petani dalam kawasan tersebut bisa mengakses permodalan melalui bank, karena petani tersebut sudah terdaftar dalam korporasi," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Takdir, hitung-hitungannya usaha penangkaran benih jagung hibrida lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan jagung hibrida konsumsi. Lihat saja, dengan biaya produksi calon benih Rp7,2 juta per hektare akan diperoleh hasil 5 ton per hektare.
Kemudian, harga jual calon benih Rp6.000 per hektare sehingga perkiraan pendapatan Rp22,8 juta per hektare. Sedangkan untuk benih konsumsi dengan biaya produksi calon benih Rp8,2 juta perhektare akan diperoleh hasil 7 ton per hektare.
"Harga jual jagung konsumsi Rp3.000 per hektare sehingga perkiraan pendapatan sekitar Rp12,8 juta per hektare. Ada selisih pendapatan perbenihan Rp10 juta per hektare lebih tinggi," ungkapnya.
"Itulah yang kami inginkan, petani di samping mampu menyediakan benih sendiri juga dapat memperoleh pendapatan yang lebih layak dengan adanya sistem korporasi ini," kata Takdir.