Jakarta, Gatra.com - Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) mengungkapkan bahwa kondisi demokrasi dewasa ini mengalami regresi sebab aktor demokrasi maupun publik semakin jauh dari ciri demokrasi yang terkonsolidasi.
"Banyak pengamat menyebut di Indonesia terjadi democratic regression juga democratic backsliding, pemerintah melakukan praktik politik nondemokratis, sementara masyarakat tidak bisa berbeda pilihan dengan tetap berkawan," ujar Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto Ph.D, dalam diskusi "Jurnalisme dan Demokrasi" di Hotel Faletehan, Jakarta Selatan, Kamis (1/8).
Menurut Wijayanto, untuk memperbaiki kondisi yang demikian harus dimulai dari hulu demokrasi yakni partai politik (parpol).
Baca juga: Menguji Kedewasaan Demokrasi Indonesia di Pilpres 2019
"Kalau ingin demokrasi sehat, kita harus menyembuhkan parpol, sebab parpol lah yang bertanggung jawab mengkader para pemimpin bangsa, maka parpol harus melakukan kaderisasi yang tidak hanya pemilu saja," katanya.
Senada dengan Wijayanto, peneliti dari LP3ES, Muhammad Najib, menyebutkan, terjadi permasalahan dalam proses kaderisasi parpol di Indonesia.
"Tidak ada proses rekrutmen kader yang benar di parpol di Indonesia. Parpol tidak memiliki rekrutmen kader yang serius, pembinaan kader di semua partai tidak berjalan, bahkan PKS yang disebut baik dalam kaderisasi sekali pun," kata Najib.
Implikasi dari ketidakseriusan parpol dalam melakukan kaderisasi, menurut Najib, berimplikasi kepada semakin berkurangnya politisi berkualitas.
"Intelektual yang menjadi politisi semakin sedikit, sementara pengusaha semakin banyak. kutu loncat dan dinasti politik juga semakin banyak," kata Najib.
Selain soal kaderisasi, Najib mengatakan, residu demokrasi yakni penyakit-penyakit yang dibawa oleh anasir Orde Baru (Orba) juga tidak hilang. Bahkan ia menyebut penyakit di era Orba sekarang hidup kembali bahkan implementasinya lebih canggih.
Baca juga: Aksi 22 Mei Rusak Proses Demokrasi di Indonesia
Bahkan menurut Wijayanto, hadirnya partai baru dan berisi anak muda seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ternyata tidak menjadi jawaban atas persoalan demokrasi, sebab hanya sebatas mendukung status quo dan tidak menawarkan cara baru dalam berpolitik.
Menyikapi krisis demokrasi dalam tubuh parpol tersebut, Direktur LP3ES, Fajar Nursahid, menekankan pentingnya mempertemukan parpol dengan berbagai pihak, terlebih kalangan intelektual dan jurnalis. Agar parpol dapat mulai melakukan perbaikan atas masukan berbagai pihak dan tidak hanya larut dalam politik praktis semata.