Masohi, Gatra.com - Pendidikan tak hanya dirasakan anak-anak di kota dan negeri lain di Maluku. Setidaknya, anak-anak pedalaman suku Mausuane, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, kini mulai merasakan hal yang sama.
Tercatat 10 anak suku ini, kini mengecap pendidikan sekolah dasar, sedang enam anak lainnya melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama yang berada di Dusun Siahari, Maluku Tengah.
Kepala Desa (Raja) Negeri Maneo Rendah, Nicoleus Boiratan, mengaku bangga adanya kesadaran sebagian orang tua untuk menyekolahkan anaknya serta keinginan anak-anak sendiri untuk sekolah. Namun, di sisi lain sebagian orang tua pun belum menyadari pentingnya pendidikan.
Sehingga banyak anak-anak yang belum sama sekali merasakan pendidikan, bahkan tidak mau melanjutkan pendidikan. Nicoleus sendiri terus memberikan motivasi agar anak-anak bisa sampai pada pendidikan yang lebih tinggi.
Dia mengatakan, dari 118 jiwa atau sekira 40 Kepala Keluarga hanya 18 Kepala Keluarga yang saat ini menempati daratan rendah atau lokasi relokasi. Selebihnya telah kembali ke hutan. Dari jumlah itu, hanya satu anak suku Mausuane yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi.
"Saya bilang, paling tidak sampai SMA supaya kita upaya mereka bisa menjadi tentara atau polisi," ucapnya. Dia berharap, kelak anak-anak suku Mausuane sejajar pendidikan dengan anak-anak lain di Provinsi Maluku.
Suku Mausuane merupakan komunitas adat terpencil dengan pola hidup berpindah-pindah. Pendidikan mulai dirasakan, setelah kebijakan relokasi saat bencana kebakaran, 2014 dan kelaparan, 2017 lalu.
Dibesarkan dalam rimba, bukan hal mudah menawarkan pendidikan bagi suku ini. Berbagai pihak ikut mendorong agar anak-anak suku ini bisa belajar dan sekolah.
Komandan Rayon Militer Wahai, Kapten CBA La Ode Ma'ruf menuturkan, sebagian dari suku itu belum lancar berbahasa Indonesia. Dia dan anggotanya ikut terlibat menjadi guru bagi anak-anak suku Mausuane.
"Bahasa Indonesia belum lancar, masih terbata-bata. Kami terus upayakan agar mereka terus belajar dan belajar karena itu kami sisipkan waktu jadi guru," ujarnya.
Pihaknya pun ikut menyumbangkan berbagai peralatan sekolah seperti pena, tas, buku dan pakaian seragam. Diakuinya, alat sekolah masih terbatas, termasuk sarana dan prasarana sekolah.
Editor : Zairin Salampessy