Yogyakarta, Gatra.com – Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Daerah Istimewa Yogyakarta Sutarto mengakui pihaknya tidak mungkin memenuhi tuntutan pemberian kompensasi secara tunai bagi warga terdampak tempat pembuangan sampat terpadu (TPST) Piyungan, Bantul.
“Tuntutan warga terkait pemberian kompesasi tunai sangat tidak mungkin terpenuhi. Karena itu melanggar manajemen anggaran di instasi pemerintah,” jelas Sutarto saat dihubungi Gatra.com, Kamis (1/8).
Selain dari sisi pertanggungjawaban, proses pemberian kompensasi langsung juga harus dibicarakan dengan DPRD sebagai pemberi persetujuan penggunaan anggaran yang tahun ini sebesar Rp250 juta.
Baca Juga: TPS DIY Diblokir Lagi, Warga Minta Dana Kompensasi Sampah
Menurut Sutarto, saat ini solusi untuk menengahi tuntutan warga dan aturan adalah meningkatkan efektivitas anggaran kompensasi yang selama ini disalurkan melalui bantuan khusus keuangan (BKK) ke kabupaten. Jika sebelumnya fokus pada pembangunan infrastruktur, dana itu bisa digunakan untuk menanggulangi dampak sampah ke masyarakat.
“Memang untuk bisa mengakses anggaran itu, aturan mewajibkan desa menyampaikan proposal. Sehingga ada pertanggungjawaban penggunaan anggaran,” terangnya.
Karena itu, pada pertemuan awal pekan depan dengan perwakilan tiga RT di dusun Ngablak, Sitimulyo, Piyungan, Sutarto berjanji mencari jalan tengah yang bisa diterima warga.
Dia meminta aksi penutupan TPST dihentikan karena akan mengganggu kepentingan orang banyak dan memberikan dampak buruk bagi DIY. Namun jika aksi itu berlanjut, dia akan membawa soal ini ke forum komunikasi pimpinan daerah dan mengambil langkah tegas.
“Setahu saya anggaran kompesasi setiap tahunnya ada dan terus meningkat. Tapi terkait untuk apa penggunaannya, itu saya belum mendapatkan laporan,” ucapnya.
Baca Juga: Yogyakarta Darurat Sampah, Danais Bisa Jadi Solusi
Menurut Sutarto, Pemda DIY telah berusaha keras mengatasi berbagai masalah dan dampak TPST Piyungan, termasuk dengan pembuatan dua dermaga, talud pembatas jalan, perbaikan drainase, pemasangan lampu, dan perbaikain jalan akses masuk.
Rabu (31/7) pagi sampai tengah hari, sekitar 170 warga dari RT 03, 04 dan 06 menutup akses masuk ke TPST Piyungan dan menyebabkan seratusan armada tidak bisa membuang sampah. Perwakilan warga Suparlan mengatakan warga menuntut pemberian kompensasi tunai.
“Kami tidak membutuhkan sarana dan prasana lagi, karena tidak bisa menghilangkan bau sampah dan kerusakan lingkungan yang semakin parah. Air tanah kami tidak bisa dikonsumsi,” ujarnya.
Selain kompensasi tunai, warga meminta dilibatkan dalam usaha pengelolaan sampah yang selama ini dipegang oleh warga dari luar kampung itu. Meski tidak dicapai kesepakatan, warga bersedia membuka pintu TPS untuk sebagian besar sampai di DIY itu. Pada Senin depan, warga dijanjikan dipertemukan dengan pimpinan.