Jakarta, Gatra.com - Saat ini nasib masyarakat adat di wilayah Nusantara masih terpinggirkan secara politik dan ekonomi. Hal itu disampaikan oleh Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, pada acara media briefing terkait Perayaan 20 Tahun AMAN di Jakarta, Kamis (1/8).
Rukka mengatakan, sampai saat ini pemerintah belum menunjukkan komitmen yang serius untuk segera menghadirkan undang-undang yang mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat secara komprehensif.
"Tumpang tindih undang-undang sektoral menyebabkan perlindungan hak-hak masyarakat adat belum maksimal dan perampasan wilayah-wilayah adat yang berujung pada konflik masih terus terjadi," kata Rukka.
Lebih jauh Rukka mengatakan, perkembangan pembangunan masih berorientasi pada peningkatan ekonomi makro yang sangat memengaruhi eksistensi, identitas, dan ketahanan dari komunitas-komunitas adat.
"Saat ini kehidupan komunitas adat sangat berperan penting untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, melalui kelestarian hutan adat, dan wilayah adat. Jadi dalam situasi krisis iklim global seperti sekarang, maka jawabannya ada di komunitas masyarakat adat," jelas Rukka.
Rukka mengajak publik untuk menghadiri gelaran Perayaan 20 Tahun AMAN serta Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2019 pada 9-11 Agustus mendatang di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.
Ketua Panitia, Mina Susana Setra, mengatakan, acara perayaan masyarakat adat Nusantara ini akan membuka dialog dengan pemerintah tentang berbagai kebijakan terhadap masyarakat adat, mensosialisasikan masyarakat adat, membangun empati dan partisipasi publik, dan mendorong kesadaran publik akan perbedaan budaya.