
Jakarta, Gatra.com - Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai badan sah Pemerintah dalam menjalankan JPH. Namun perkembangannya selama ini dianggap belum memuaskan.
Hal ini disampaikan melalui surat terbuka dari Indonesian Halal Watch (IHW) dalam surat Nomor 49/Out/IHW/VII/19. Di surat yang ditandatangani oleh Direktur Eksekutif IHW, Ikhsan Abdullah ini dituliskan tiga poin gugatan.
"Pertama, Menegur BPJPH untuk tidak melakukan penundaan pemberlakuan UU JPH, dengan tenggat waktu 5 hingga 10 tahun sebagaimana yang direncanakan, kecuali terhadap obat-obatan dan produk spesifik yang ditemukan penggantinya," tulis surat itu.
Poin pertama ini disebutkan berdasarkan pembicaraan dalam seminar yang diselenggarakan oleh Masyarakat Standarisasi Indonesia (Mastan), dengan tema “Jaminan Produk Halal, Jalan Indonesia Menuju Trendsetter Pasar Global “ Kamis (25/7). Kepala Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Kementrian Agama RI, Mastuki saat itu menyebutukan akan memberlakukan UU JPH. BPJPH akan melakukannya secara bertahap, dari jangka 5 sampai 10 tahun, sesuai dengan jenis produk.
Ikhsan, yang juga adalah pengacara resmi MUI, menganggap pernyataan dari Mastuki sangat bertentangan dengan Pasal 67 ayat (1) UU JPH yang pada pokoknya menyatakan “berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-undang ini diundangkan”. Sedang UU JPH diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014, hingga dengan demikian Undang-undang JPH seharusnya berlaku efektif sejak 17 Oktober 2019.
"Kedua, memerintahkan kepada BPJPH untuk Membatalkan rencana penggantian label dan logo halal," ucap Ikhsan dalam tulisannya, yang diterima Gatra.com, Kamis (1/8).
Pergantian logo halal dianggap “sesat fikir” oleh Pelaksana UU JPH. Karena Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 Tentang JPH telah secara tegas menyatakan, selengkapnya berbunyi :
“Produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam."
Ikhsan dalam surat ini juga mengatakan bahwa logo yang digunakan LPPOM MUI dalam sertifikasi halal adalah representasi Islam, yang seharusnya tidak perlu diganti demi pandangan nasional.
"Ketiga, sesuai Ketentuan Peralihan Pasal 59 dan Pasal 60 UU JPH. LPPOM MUI tetap berwenang menerima dan memproses permohonan sertifikasi halal, hingga BPJPH betul-betul telah berfungsi sebagaimana mestinya," lanjutnya.
IHW dan LPPOM MUI beranggapan, ketidaksiapan BPJPH sebagai Badan Sertifikasi Halal sekaligus sebagai Penyelenggara Sistem Jaminan Halal jangan menjadikan ditundanya pemberlakuan Undang-Undang dengan dalih pentahapan.
IHW dan LPPOM mengatakan bahwa negara wajib memberikan Jaminan kepada massyarakat untuk mendapatkan produk halal dan menahan membanjirnya “produk halal” dari luar negeri. Maka IHW mendorong LPPOM MUI sebagai pihak yang masih tetap berwenang, menerima dan memproses permohonan sertifikasi halal, sampai BPJPH berfungsi sebagaimana mestinya.
Surat terbuka ini ditujukan kepada Kepala BPJPH, Presiden RI, Wakil Presiden RI, Ketua MUI, Ketua Komisaris Hukum dan Perundang-Undangan MUI, serta Ketua LPPOM MUI. Surat ini telah diajukan pada Rabu (31/7).