Jakarta, Gatra.com - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dipastikan akan bersinergi dengan Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI untuk memburu jaringan teroris. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan kedua institusi tersebut akan bahu membahu dalam menyingkirkan sel-sel teroris.
Dedi memastikan wilayah kewenangan keduanya tidak akan tumpang tindih karena Densus 88 fokus terhadap penegakan hukum sementara Koopsus TNI akan fokus pada deteksi intelijen, operasi dan penindakan.
Adapun kesamaan tugas dari keduanya adalah melakukan serangan preventif dan langsung untuk kasus terorisme berskala besar.
“Untuk preventive strike, atau justru langsung melakukan strike, serangan langsung apabila ditemukan kasus-kasus penyanderaan dalam skala besar. (Misalnya) ada kasus penyanderaan di dalam areal publik, di moda transportasi, atau di kapal pelabuhan, termasuk di hutan-hutan besar negara atau negara sahabat,” ucap Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (30/7).
Baca juga: Polri Pastikan Densus 88 dan Kopsus TNI Bekerja Sama Buru Teroris
Pengamat militer Wibisono mengapresiasi kerja sama penanganan terorisme yang dilakukan oleh TNI dan Polri. Menurutnya persoalan terorisme tidak bisa diberantas secara sektoral tetapi memerlukan sinergitas untuk menciptakan sistem keamanan nasional yang kondusif bagi bangsa Indonesia.
Ia menyarankan jangan sampai konsep Perpolisian Demokratik (Democratic Policing) yang digagas Polri menimbulkan dominansi dan kesenjangan sosial antar alat negara yang berakibat pada gagalnya pemerintah menempatkan aparat sesuai fungsi dan tugasnya.
Militer menurutnya harus mendapatkan porsi yang memadai dalam menjaga stabilitas keamanan dan pertahanan nasional. “Kita harus melihat sejarah, hampir semua negara kuat itu selalu menempatkan militer di posisi terdepan karena mereka dilatih untuk menjaga stabilitas nasional baik dari ancaman luar berupa invasi asing maupun dari dalam berupa upaya separatisme dan penggantian ideologi negara,” ujarnya kepada Gatra.com, Kamis (1/8).
Wibisono menyebutkan perlu regulasi dan pengaturan dalam penanganan dalam lingkup negara sebab terorisme sudah menjadi kejahatan trans-nasional. Di sana peran militer penting untuk menjaga ancaman dan pengaruh yang datang dari dalam dan luar negeri.
“Polisi hanya dilatih untuk menciptakan keamanan warga negara dari tindakan kriminal saja. Dari situ saja sudah jelas cakupan tugas militer yang lebih luas dan berat dibanding tugas kepolisian, harusnya pemerintah lebih cerdas dalam membuat kebijakan yang penting tidak tumpang tindih dalam eksekusi di lapangan'', ucapnya.
Ia menambahkan selain persoalan terorisme, Indonesia juga sedang dihadang ancaman “penjajahan” sumber daya alam dimana hasil bumi lebih banyak dikuras oleh kepentingan bangsa asing. “Saya berharap di samping masalah terorisme, kita juga akan menghadapi invasi bangsa asing yang sudah jelas di depan mata ingin menguasai sumber daya alam di Indonesia,” katanya.