Yogyakarta, Gatra.com – Pameran seni rupa 'Celebration of Compassion' atau ‘Selebrasi Kemanusiaan’ digelar untuk merayakan pembukaan galeri baru Yayasan Srisasanti di Yogyakarta, Tirtodipuran Link, Jumat (26/7) lalu. Konsep perayaan benar-benar menemukan wujudnya melalui karya-karya baru para perupa ternama yang berukuran besar, riuh dalam tema dan warna, hingga dipresentasikan secara kreatif.
Di ruang pamer utama, tiga patung perak dari stainless steel karya Ivan Sagita langsung menyita perhatian Gatra.com saat menyambangi pameran ini pada Rabu (31/7) . Ada ‘Manusia Pohon’ tentang perempuan yang menyatu dengan pohon dan dua patung tentang dua nenek dengan rambut panjang hingga mengakar di bawah kakinya.
Ivan melengkapi kontribusinya dengan dua lukisan, termasuk ‘My Pregnancy is Same Old as My Life’ –juga tentang perempuan, kali ini dengan wajah muram dan perut besar berisi langit yang mendung. Karya Ivan bersisian dengan sejumlah lukisan besar, antara lain dua karya baru Laksmi Sitaresmi Tubuh Jagad Rayaku #1 berdimensi 1,5x3 meter dan ‘Biduk Kulabuhkan Sendiri’ 2 x2 meter.
Baca Juga: 'Bebas', Seniman Minang di Yogyakarta Rayakan Demokrasi Seni
Di satu ruang tersendiri, karya-karya terbaru Galam Zulkifli dipajang secara tertutup. Ada ‘Dari Diponegoro kepada Sudjojono lalu Lompatan Pasar Rupa’ 1x2 meter dan empat lukisan wajah maestro rupa yakni Affandi, Van Gogh, dan dua Picasso.
Karya-karya ini bagian dari ‘Illumination Series’ yang menampilkan tiga ilustrasi berbeda dengan memanfaatkan teknologi pencahayaan fluorescent. Saat lampu dinyalakan, lukisan menampilkan perang Diponegoro. Namun lampu mati dan diganti sinar ultraviolet, ilustrasi Sudjojono yang tengah melukis muncul.
Setelah sinar UV mati, di ruang gelap itu tersisa gambar lain: si seniman tertawa di tengah ajang lelang. Demikian pula pada karya yang lain. Wajah Affandi, Van Gogh, dan Picasso berubah dari gambar wajah mereka sesuai gaya lukis masing-masing, hingga ke potret diri yang realis kala muda dan tua.
Baca Juga: Kecil Itu Indah, Menikmati Karya Seni Ukuran Mini
Di ruang pameran di lantai dua, Heri Dono menyumbang dua karya anyar ukuran 180x250 centimeter yang, agaknya, bertema politik, yakni ‘Sengkuni di Balik Layar’ dan ‘Wedus GembelKeluar dari laras Senjata Don Quixote’. Masih ada pula Eddie Hara yang telah menetap di Basel selama 22 tahun, dengan tiga panelnya masing-masing 180x100 centimeter.
Di lini perupa (lebih) muda, ada Galih Reza Suseno yang melalui dua karya berdimensi 180x260 centimeter, Distraction of Hope’ dan ‘Lunar in Nibiru’ menampilkan detail garis dan warna yang memanjakan mata. Adapun Roby DwiAntono memadukan ilustrasi fantasi ala Jepang, seperti Ultraman dan monster, dengan dunia sureal dalam ‘Opsi Otopsi' yang berdimensi 160x220 centimeter.
Pengulas pameran ini, dosen seni Suwarno Wisetrotomo, menyebut ‘Selebrasi Kemanusiaan dihasratkan sebagai perayaan terhadap nilai kemanusiaan yang terancam tumpul. ”Jika politik guncang, tatanan sosial tercederai, intoleransi merebak subur, alam dikeruk isinya, lingkungan rusak, maka seniman, seni, kesenian harus segera ambil peran untuk menyentuh sisi terdalam manusia, yaitu watak kemanusiaannya,” tulisnya.
Baca Juga: Menimbang Realitas dalam Karya 33 Perupa DIY
Direktur Tirtodipuran Link Benedicto Audi Jericho menjelaskan ‘Selebrasi Kemanusiaan’ menampilkan 43 karya dari 23 seniman. “80% adalah karya baru. Semua kolega dan kenalan Srisasanti Gallery selama eksis 15 tahun ini kami undang untuk berkarya bareng, termasuk seniman dari Filipina, Serbia, dan Tunisia,” ujarnya kepada Gatra.com.
Menurut dia, ‘Selebrasi Kemanusiaan’ mengangkat tema kemanusiaan secara universal. “Merespons isu kemanusiaan ini penting karena ada isu-isu yang belum diangkat, seperti soal pengungsi,” kata dia.
Namun pameran yang digelar hingga 26 Agustus 2019 ini juga bentuk perayaan atas hadirnya galeri ‘Tirtodipuran Link’ di Yogyakarta sebagai “rumah” baru untuk berkesenian. “Bagaimanapun rumah seniman kami mayoritas di Yogyakarta. Makin banyak opsi (galeri) juga makin baik,” ujarnya.