Home Politik KPA Minta RUU Pertanahan Ditunda

KPA Minta RUU Pertanahan Ditunda

 

Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika mengatakan, masih banyak yang belum diatur dengan jelas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan. Menurutnya, masih mengandung unsur kepentingan di dalamnya. 

"Ada inkonsistensi dan kontradiksi antara bab satu dengan yang lain serta beberapa kepentingan di dalamnya. Lalu RUU Pertanahan ini belum menjawab dualisme antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dimana KLHK mengurus 65% tanah dalam bentuk kawasan hutan. Sisanya 35% di bawah kewenangan Kementerian ATR/BPN," ujarnya dalam diskusi reforma agraria "Bank Tanah dan Polemik RUU Pertanahan'" di Seknas Konsorsium Pembaruan Agraria, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).

 

Kemudian, Dewi juga melihat, dalam RUU Pertanahan ini belum memberikan jaminan pemenuhan keadilan atas hak dari petani, nelayan, masyarakat hukum adat, serta masyarakat hukum kota. Selain itu, belum spesifik dijelaskan tentang subjek reforma agraria yang nantinya akan menerima manfaat dari peraturan tersebut.

 

"Subjek reforma agraria masih belum jelas diatur dalam RUU Pertanahan dimana persyaratannya masih terlalu umum. Padahal bila mengacu pada UU Pokok Agraria, penerima manfaat reforma agraria adalah petani miskin. Bukan merujuk pada Perpres Nomor 86 Tahun 2018 yang memasukkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai subjek penerima manfaat," katanya.

 

Dari sisi bank tanah, Dewi menilai nantinya ini akan penuh dengan kepentingan bisnis dan keuntungan semata. Alasannya, bank tanah tidak hanya mendapatkan sumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetapi juga bersumber dari pinjaman, penyertaan modal, dan pihak ketiga. Bahkan kabarnya akan memperoleh suntikan dana dari Bank Dunia.

 

Dewi mengatakan, RUU Pertanahan harus ditunda bahkan setelah masa reses berakhir. Pasalnya, dirinya belum melihat urgensi dari RUU Pertanahan ini apabila belum terdapat aturan yang jelas. Selain itu, perlu adanya rencana eksplisit untuk menyelesaikan konflik agraria struktural. 

 

"RUU Pertanahan ini belum dapat menjawab konflik agraria struktural yang terjadi. Seharusnya apabila memang akan disahkan RUU tersebut, harus memastikan seluruh pembangunan struktur agraria dan mengatasi ketimpangan lahan. Ini sangat berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak. Butuh duduk bersama dengan berbagai pihak untuk menyusun RUU Pertanahan ini," katanya.

 

 

 

488