Home Politik Pakar Hukum Pidana Sebut KPK Harus Jalan Terus Usut Kasus Sjamsul Nursalim

Pakar Hukum Pidana Sebut KPK Harus Jalan Terus Usut Kasus Sjamsul Nursalim

 
Jakarta, Gatra.com - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus terus maju mengusut kasus pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
 
Eddy Hiariej menilai, putusan lepas (onslag) dari semua tuntutan terhadap Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung, tidak serta merta bisa menghentikan penyidikan kasus lainnya. 
 
"Artinya KPK harus jalan terus," kata Eddy dalam Seminar dengan tema "Vonis Bebas Syafruddin Siapa Salah? KPK atau MA?" di Hotel JS Luwansa, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).
 
Namun, pihaknya mengingatkan, pentingnya membaca rinci pertimbangan hakim dalam putusan kasasi ini. Akan tetapi, hingga saat ini putusan lengkap kasasi, dalam kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu masih belum dipublikasikan. 
 
Menurut Eddy, ada dua hal yang bisa membuat Syafruddin lepas dari tuntutan. Pertama, dengan alasan dimaafkan. Ada satu tindakan yang diperbolehkan oleh hukum. Kalau dalam putusan itu hakim memvonis onslag dengan alasan pemaaf, maka secara otomatis tindak pidana juga berlaku untuk pelaku yang lain. 
 
"Karena ada satu alasan pemaaf atau ada satu tindakan yang dibolehkan oleh hukum maka ini tidak menghapus pidana untuk pidana lainnya," terang Guru Besar UGM itu 
 
Sedangkan apabila terhadap putusan itu, ternyata ada alasan pembenar bahwa tindakan yang dilakukan Syafruddin bukan lah tindak pidana, maka bisa saja kasus berhenti. Namun. Apabila dalam penyidikan ini KPK memiliki fakta yang berbeda, maka kasus itu bisa diteruskan. 
 
"Itu pun tidak serta merta menghentikan penyidikan KPK jika faktanya berbeda," tambahnya
 
Diketahui bahwa Majelis Hakim Kasasi dalam memutus perkara ini pun berbeda pendapat (dissenting opinion). Ketua Majelis Salman Luthan menilai perkara ini masuk kategori pidana. Sepakat dengan putusan dari PT DKI yang menghukum Syafruddin selama 15 tahun penjara.  Sedangkan Hakim anggota I Syamsul Rakan Chaniago mengatakan, perkara ini masuk pada ranah perdata, dan Hakim anggota II Mohamad Askin menganggap perkara ini masuk pada ranah administrasi.
 
Namun dosen hukum pidana ini menuturkan,  seluruh pihak dapat menunggu putusan lengkap dari MA, sehingga baru bisa dibedah beberapa pertimbangan hakim. 
 
 
458