Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Backbone Coastal Surveillance System atau perangkat transportasi informasi terintegrasi. Sistem ini terhubung dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) di Bakamla Tahun Anggaran 2016.
"Disimpulkan bahwa telah ditemukan bukti permulaan yang cukup [sebagai] dugaan tindak pidana korupsi. Dalam Pengadaan Perangkat Transportasi Informasi Terintegrasi [Backbone Coastal Surveillance System] pada Bakamla RI Tahun 2016," ujar Wakil Ketua KPK, Alex Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (31/7).
Mereka yang menjadi tersangka adalah Bambang Udoyo (BU) selaku Pejabat Pembuat Komitmen. Kemudian Ketua Unit Layanan Pengadaan, Leni Marlena (LM); Anggota Unit Layanan Pengadaan, Juli Amar Maruf (JAM); dan Direktur Utama PT CMI Teknologi, Rahardjo Pratjihno (RP).
Khusus Bambang Udoyo, kasusnya akan ditangani oleh Polisi Militer Angkatan Laut Indonesia (POM AL) karena saat menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang bersangkutan adalah anggota TNI AL. Sisanya, tiga tersangka lain akan ditangani oleh Komisi Antirasuah.
Kasus ini merupakan pengembangan perkara dari kasus suap pengadaan Satelit Monitoring di Bakamla Tahun Anggaran 2016. Kasus itu juga menjerat Bambang Udoyo yang dinyatakan bersalah dan divonis dalam kasus Pengadaan Satelit Monitoring di Bakamla. Ia dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun 6 bulan di Pengadilan Tinggi Militer Jakarta.
Dalam kasus ini, konstruksinya bermula saat usulan anggaran untuk pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) sebesar Rp400 miliar. Dana tersebut bersumber dari APBN-P 2016 di Bakamla RI Tahun Anggaran 2016.
Saat itu, anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS belum dapat digunakan. Namun, Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla RI tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan.
Kemudian pada 16 Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan Lelang Pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS dengan pagu anggaran sebesar Rp400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp399,8 miliar. Pada 16 September 2019, PT CMI ditetapkan sebagai pemenang pengadaan itu.
Di awal Oktober 2016 diberlakukan pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan. Anggaran yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan untuk pengadaan ini menjadi kurang dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pengadaan. Tapi ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang. Justru melakukan negosiasi dalam bentuk Design Review Meeting (DRM) antara Pihak Bakamla dan PT CMIT terkait dengan pemotongan anggaran untuk pengadaan.
"Hasil negosiasi yaitu harga pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS menjadi sebesar Rp170,57 miliar dan waktu pelaksanaan dari 80 hari kalender menjadi 75 hari kalender," kata Alex.
Maka pada 18 Oktober 2016, ditandatangani kontrak pengadaan oleh Bambang Udoyo selaku PPK bersama Rahardjo Pratjihno selaku Direktur Utama PT CMIT. Nilai kontrak itu Rp170,57 miliar. Termasuk PPN dan bersumber dari anggaran APBN-P TA 2016 yang berbentuk lump sum.
Akibat perbuatan ini, KPK menilai negara mengalami kerugian sebesar Rp54.2 miliar. Atas perbuatannya, Leni Marlena (LM) dan Juli Amar Maruf (JAM) disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Rahardjo Pratjihno dijerat pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.