Semarang, Gatra.com - Air hitam pekat yang keluar dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal di Desa Puntan, Kelurahan Ngijo, Kecamatan Gunungpati, Semarang, dinilai merusak lingkungan sekitar. Selain menimbulkan bau tak sedap, air yang keluar juga menganggu areal persawahan sekitar.
Seksi Pengendalian dan Sengketa Penanganan Lingkunga DLH Semarang, Noura Maningistini, mengatakan, pihaknya akan segera melakukan uji laboratorium terkait dampak lingkungan dan kesehatan. Areal sekitar juga akan dilakukan uji analisis sehubungan dengan adanya kerusakan lingkungan.
"Apakah sudah tercemar dan lain sebagainya. Kalau memang menimbulkan dampak lingungan yang negatif, mau tidak mau harus ada penanganan khusus," katanya, ketika ditemui setelah meninjau IPAL, Rabu (31/7).
Dengan melihat warna airnya yang hitam pekat, menurut Naura, kondisi tersebut sangat berbahaya. "Kalau dilihat dari warna hitam pekat dan bau air IPAL, memang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan," ujarnya.
Seksi Pengendalian Limbah Cair dan Limbah Padat DLH Semarang, Sumarno, menambahkan, masalah lingkungan yang timbul dari air itu disebabkan karena pengguna IPAL. Seluruh limbah rumah tangga dibuang ke IPAL, termasuk air cucian.
"Ternyata, warga yang memakai belum paham soal IPAL komunal. Seharusnya, air limbah yang dibuang lewat IPAL hanya dari kloset dan kamar mandi saja. Tapi ini semua limbah. Air cucian juga," tuturnya.
Karena itu, tidak mengherankan jika IPAL komunal justru merusak lingkungan. Sebab, air limbah dari bekas cuci pakaian dan piring mengandung bahan kimia tinggi.
"Limbah rumah tangga itu bahan kimianya tinggi. Apalagi ditambah minyak dari sisa cuci piring. Ini akan menimbulkan dampak lingkungan negatif," ucapnya.
Sumarno menyatakan, IPAL Komunal yang dikelola warga RT 2 Puntan ini bukan bantuan dari DLH Kota Semarang, melainkan program Sanitasi Perkotaan Berbasis Masyarakat (SPBM) dari Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) yang dibangun pada 2014.
"Proyek IPAL ini bukan bantuan dari DLH Kota Semarang. Tapi dari USRI. Sebenarnya kami juga menyayangkan, bantuan dari dana asing ini tidak dirawat dengan baik," tuturnya.
Sementara itu, Pengelola IPAL Komunal, Haryono mengakui, air yang keluar memang menimbulkan bau tak sedap. "Bau ini muncul baru 2017 kemarin. Mungkin dulu masih normal dan bersih. Tapi memang pemberian obat untuk mengurangi bau sering terlambat,"ucapnya.