Jakarta, Gatra.com - Direktorat Jenderal (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno, mengatakan, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk konservasi harimau Sumatera.
Wiratno usai talkshow bertajuk "Darurat Jerat: Jerat Sebagai Salah Satu Ancaman Utama Konservasi Harimau Sumatera" di Gedung Manggala Wanabhakti, Senayan, Jakarta, Rabu (30/7), menyampaikan, kerja sama tersebut dilakukan unit-unit pelaksanaan teknis (UPT) Ditjen KSDAE dengan mitra dan LSM setempat dan lembaga luar negeri USAID, TFCA, GEF, KFW, dan lainnya. KSDAE juga bersinergi dengan Yayasan Arsari selama dua tahun.
Baca juga: Pemerintah Akan Tertibkan Pelaku Pemasang Jerat Harimau
"KSDAE didukung oleh Yayasan Arsari dengan membangun Pusat Rehabilitasi Harimau dan telah secara aktif melakukan penyelamatan dan rehabilitasi harimau Sumatera yang menjadi korban konflik satwa dengan manusia. Juga ada Lembaga Konservasi Barumun Nagari di Padang Lawas Utara untuk rehabilitasi sejak tiga tahun serta Tambling Wildlufe Nature Conservation (TWNC) dalam upaya pelestarian satwa tersebut," katanya.
Berdasarkan Population Viability Analysis (PVA) 2016, KLHK menyatakan bahwa hingga kini jumlah populasi harimau di Indonesia sebanyak 600 ekor. Penyebab menurunnya populasi harimau karena fragmentasi lahan, perburuan liar hingga perburuan pakan harimau.
"Selain jerat, semakin hilangnya populasi harimau dikarenakan fragmentasi habitat asli harimau dan juga perburuan pakan harimau seperti babi hutan dan rusa," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Wiratno, menurunnya jumlah harimau akibat faktor ekonomi yang akhirnya membuat perdagangan liar semakin marak dengan menangkap harimau untuk dimanfaatkan demi meraih keuntungan.
Baca juga: Harimau Sumatera Terkam 14 Ekor Hewan Peliharaan Warga Pasaman
Sedangkan dari segi hukum, Direktorat Jenderal (Dirjen) Penegakkan Hukum (Gakkum), Rasio Ridho Sani, mengatakan, hingga saat ini sudah 38 kasus yang membahayakan populasi harimau.
Untuk mengatasi ancaman tersebut, dilakukan smart patroli. Tim patroli berada di kawasan hutan selama 15 hari atau satu bulan sepanjang tahun untuk pengecekan jerat bahkan menangkap pemburu yang sering berkeliaran dalam hutan.