Padang, Gatra.com - Drg Lili Suryani peserta lain dari Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2018 di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar) dilaporkan telah melanggar Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia.
Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira mengatakan dokter Lili terindikasi menyurati Panitia Seleksi Nasional (Panselna) dan Panitia seleksi daerah (Panselda) Kabupaten Solsel yang isinya menyebutkan bahwa Romi Syofpa Ismael adalah disabilitas yang tidak bisa beraktivitas sebagai dokter gigi.
"Dia melaporkan bahwasanya drg. Romi adalah seorang disabilitas yang tidak bisa beraktivitas jadi dokter gigi," ujarnya di Padang.
Stigma tersebut lanjut Indira menjadi dugaan penyebab ketidaklulusan Romi dalam CPNS 2018 meski sudah dinyatakan lulus seleksi dalam pengumuman yang dikeluarkan Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdab) Solok Selatan pada 31 Desember 2018.
"Atas stigma yang dilakukan rekan sejawat drg. Romi ini kami laporkan sebagai dugaan pelanggaran kode etik ke Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Provinsi Sumbar," ungkapnya.
Berdasarkan laporan tersebut, Selasa siang (30/7), Lili Suryani menjalani sidang kode etik di sekretariat PDGI Sumbar di Jalan Batang Tarusan, Padang Timur, Kota Padang untuk memberikan pernyataan atas laporannya mengenai drg. Romi ke tim Panitia Seleksi (Pansel) Solok Selatan dan Pansel nasional.
Sidang tersebut berlangsung dari pukul 10.00 WIB hingga 15.00 WIB itu berlangsung tertutup.
Kasus dokter Romi semakin ramai diperbincangkan karena Pemkab Solsel bersikeras untuk menggagalkan dokter Romi sebagai PNS. Kelulusan dokter Romi dalam CPNS pada 2018 diduga telah dianulir pemkab setempat.
Baca juga: Mensos: Diskriminasi drg Romi Terakhir Bagi Disabilitas
Pada tes CPNS yang dilakukan di wilayah Kabupaten Solok Selatan itu ia dinyatakan lulus pada tahap Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB).
Bahkan dirinya menempati peringkat pertama pada hasil seleksi CPNS 2018 yang diumumkan dalam pengumuman Sekdakab Solsel pada 31 Desember 2018. Selanjutnya drg. Romi melengkapi berkas dan tes kesehatan pada 18 Januari 2019. Berdasarkan hasil pemeriksaan di RSUD M. Djamil, dokter Romi dinyatakan layak kerja.
Baca juga: PDGI: Dokter Romi Berdedikasi Tinggi Mengabdi di Daerah Terpencil
Dari sana perjalanan dokter Romi mendapatkan diskriminasi dimulai. Tiba-tiba dokter Romi dinyatakan gagal atau tidak lulus melalui surat keputusan Bupati Solok Selatan pada 18 Maret 2018, dan berkasnya tidak diteruskan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena tidak memenuhi syarat formasi umum.
Padahal pada tanggal yang sama juga sudah keluar surat okupasi dari RSUD Arifin Ahmad, Riau bahwa Romi layak kerja. Pada 1 April 2019, secara mengejutkan Pemkab setempat meluluskan Lili Suryani dengan menurunkan drg. Romi ke peringkat dua.