Jakarta, Gatra.com - Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai kepemilikan asing dalam surat berharga negara (SBN) sekitar 40% masih tinggi dan rentan bagi perekonomian negara.
"Nah yang jadi berpengaruh terhadap kerentanan perekonomian suatu negara. Oktober tahun lalu itu capital outflow (arus modal keluar) dipengaruhi oleh kebijakan The Fed (Bank Sentral AS) Ketika capital outflow dari SBN itu diikuti pelemahan rupiah," terangnya dalam acara Diskusi Core Midyear Review 2019 di Hongkong Cafe, Jakarta, Selasa (30/7).
Rendy melihat selama ini pemerintah menggunakan SBN untuk menutupi defisit anggarannya.
Ketika terjadi outflow dan pemerintah membutuhkan pendanaan, pemerintah memberikan imbal hasil (yield) lebih besar untuk menarik para investor. Namun, hal ini akan semakin membebani neraca transaksi berjalan yang kini sudah mengalami defisit.
Kemudian, ia mengingatkan kepemilikan domestik dalam SBN perku dicermati. "Nah yang jadi pertanyaan ini domestik seperti apa? Saya khawatir domestik ini adalah bank swasta yang sebenarnya secara struktur organisasi lebih kepemilikannya oleh asing," tuturnya.
Rendy berpendapat masih rendahnya kepemilikan domestik juga disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang belum tahu mengenai investasi dan pasar modal.
Kemudian, ia mencontohkan Jepang yamg struktur kepemilikan utangnya didominasi oleh dalam negeri. "Karena masyarakat (Jepang) lebih terdidik terhadap produk-produk keuangan seperti tabungan investasi, dan segala macam," terangnya.
"Jadi sosialisasi terhadap produk-produk investasi dan pasar modal relatif harus digenjot kembali," jelasnya.