Semarang, Gatra.com - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan DIY mengkritisi tindakan Kementerian Perhubungan yang memotong sejumlah truk kedapatan over dimensi. Salah satunya yang dilakukan di kompleks Gudang Madukoro Semarang pada Sabtu (27/7) lalu.
Wakil Ketua DPD Aptrindo Jawa Tengah dan DIY, Bambang Widjanarko, menyatakan bahwa Kemenhub tidak boleh serta merta langsung melakukan tindakan pemotongan bak truk yang diketahui over dimensi.
Dia juga menyayangkan tindakan pegawai Kemenhub yang mendatangi garasi pengusaha truk dan langsung memberikan coretan di bak truk. Selanjutnya berujung pada aksi pemotongan yang tak bisa dilawan oleh pengusaha truk.
Baca juga: Aksi Tegas Kemenhub, Potong Bak Truk Over Dimensi
Aptrindo menilai tindakan pemotongan bak truk terlalu gegabah dan tidak sesuai dengan kewenangan Kemenhub. Pasalnya, tindakan eksekusi hanya bisa dilakukan jika truk melanggar dan mengabaikan lalu diberi surat tilang. Bahwa rekomendasi eksekusi memotong bak truk harus lewat inkrah pengadilan.
"Pemotongan terhadap truk-truk over dimensi akan dilakukan setelah diberi peringatan yang diabaikan, lalu diberi penindakan setelah ada keputusan inkrah di pengadilan, baru mungkin diadakan pemotongan," kata Bambang, kepada Gatra.com, Selasa (30/7).
Inkrah atau keputusan tetap pengadilan, kata Bambang, harus dikantongi oleh Kemenhub juga, jika ke depannya akan menindak truk yang kedapatan secara fisik over dimensi di jembatan timbang atau di jalan raya.
"Harus lewat penilangan dulu, penindakan terhadap fisik truk misalnya, sehingga pemotongan atau penurunan muatan atau pencoretan truk harus disertai keputusan pengadilan dahulu," ucapnya.
Jika Kemenhub tidak berpegang pada rekomendasi inkrah pengadilan, maka tindakan Kemenhub dinilainya telah melanggar hukum. Dia menyebut, sebab tidak ada dalam UULAJ, tentang diperbolehkan menurunkan muatan, mencoret-coret dan memotong truk.
"Jika belum melalui proses dan inkrah di pengadilan langsung dipotong atau dicat atau diturunkan muatannya kan berarti Kemenhub melanggar hukum perusakan property," katanya.
Namun begitu, pihaknya mengungkap jika fakta di lapangan ada sekitar 80 persen, truk yang berkeliaran tidak sesuai dengan aturan tonase dan dimensi. Jumlah itu bukan hanya dari para anggota Aptrindo tapi dari organisasi lainnya pula.
"Tentang dimensi dan tonase juga belum seragam masing-masing petugas dalam memberikan sanksi, seperti yang terjadi pada pemanasan penindakan tahun lalu," ucapnya.
Dia juga masih merasa kesulitan untuk mengkurasi seberapa banyak anggotanya yang ada di Jateng dan DIY melanggar aturan tonase over dimensi dan over loading (ODOL) truk. Dikarenakan masih adanya pro dan kontra terkait kebijakan truk ODOL.
"Kelompok yang setuju penindakan ODOL dilakukan secara rigid beralasan agar ongkos muat per kilogramnya bisa naik dan kendaraan jadi lebih awet. Kelompok yang tidak setuju beralasan agar tidak terjadi inflasi, akibat ongkos muat per kilogram barang jadi lebih mahal pada saat harga-harga sudah mahal," katanya.