Jakarta, Gatra.com – Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Kirana Pritasari mengingatkan resiko terpapar Merkuri. Logam berat yang memiliki bentuk elemental (metal), anorganik (garam merkuri) dan merkuri organik (methylmercury) dari bioakumulasi sangat beracun dan berpotensi membahayakan bagi kesehatan.
“Risiko terhadap kesehatan masyarakat sangat tinggi ya. Apabila kita menghirup uap merkuri, itu bisa menyebabkan kerusakan sistem saraf, mengganggu pencernaan maupun sistem kekebalan tubuh, gangguan paru-paru, ginjal dan lainnya,” kata Kirana, di Hotel Manhattan, Jakarta Selatan, Selasa (30/7).
Kirana menyebut jika logam berat tersebut juga terhirup janin, bayi atau anak-anak, maka resikonya dapat menimbulkan dampak buruk seperti kelumpuhan otak, cacat mental, kejang, gangguan pertumbuhan, kebutaan sampai pada kematian.
“Sejak tahun 2015 sudah mulai ada pembatasan terhadap penggunaan bahan-bahan bermerkuri. Namun, masih banyak sektor selain kesehatan yang menggunakan merkuri antara lain industri, pertambangan emas dan bahan bangunan karena kalau langsung dihapus juga berimbas ke perekonomian. Ini Ironis juga,” terangnya.
Namun, sejak tahun 2019 ini, Kemenkes segera menarik alat-alat kesehatan bermekuri di fasilitas pelayanan kesehatan. Bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), lembaga lain beserta pemerintah di daerah, Kemenkes akan memenuhi target 100% alat-alat kesehatan bebas merkuri pada tahun 2020 mendatang.
“Di samping sektor ekonomi, memang ada beberapa tantangan dalam upaya menghapus alat kesehatan bermekuri. Kita juga harus menyiapkan langkah-langkahnya,” katanya.
Pertama, lanjut Kirana, identifikasi jumlah alat kesehatan bermerkuri ada berapa banyak dan bentuknya apa saja. Langkah penarikannya seperti apa?
“Terakhir, bagaimana cara kita memusnahkannya itu harus berkoordinasi dengan KLHK,” jelas Kirana.