Semarang, Gatra.com - Persidangan kasus suap Bupati Jepara Nonaktif Ahmad Marzuki kepada Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang Lasito kembali digelar di Peengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Selasa (30/7). Agenda persidangan tersebut adalah pemeriksaan kesaksian dari kedua terdakwa, yaitu Ahmad Marzuki dan Lasito.
Terdakwa Ahmad Marzuki pada kesaksiannya mengakui telah memberikan uang kepada Hakim Lasito melalui penasihat hukumnya, Ahmad Hadi Prayitno.
"Mas Prayit minta tambahan biaya operasional, untuk memberikan hadiah biar menang di persidangan," katanya di hadapan Ketua Majelis Hakim, Aloysius Prihartono Bayu Aji, di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (30/7).
Marzuki menyatakan awalnya hanya menyiapkan uang Rp500 juta. Namun, Penasihat hukumnya mengatakan bahwa uang tersebut masih kurang untuk bisa memenangkan sidang praperadilan.
"Mas Hadi Prayitno ngomong kalau uang segitu tidak bisa jalan, kalau Rp1 miliar jalan. Karena kami tidak mampu, kemudian menjadi Rp700 juta, Rp500 juta dalam bentuk rupiah, dan Rp200 juta dalam bentuk dolar US. Uang tersebut kita berikan ke Hadi prayitno," ujarnya.
Marzuki mengaku terpaksa melakukan hal tersebut. Sebab ia ingin membatalkan namanya dari status tersangka atas kasus dugaan penyalahgunaan dana bantuan politik (banpol) untuk PPP Kabupaten Jepara 2011 dan 2012 sebesar Rp75 juta.
"Proses praperadilan saya lakukan karena status tersangka saya ini tidak jelas. Suratnya juga tidak ada. Padahal, waktu itu menjelang pilkada, saya harus mencari kejelasan untuk bisa mendaftar calon kepala daerah," ujarnya.
Sementara itu, Terdakwa Lasito mengaku tidak pernah membantu memenangkan Ahmad Marzuki. Menurutnya, alat bukti status tersangka Bupati Jepara tersebut tidak lengkap.
"Hukum pembuktiannya, proses praperadilan harus dikabulkan. Saya melihat alat bukti belum lengkap. Saya bukannya membantu Pak Marzuki, tapi hukumnya memang begitu," kata Lasito.
Namun, ia tidak menampik kalau menerima uang pemberian terdakwa Ahmad Marzuki. Ia menceritakan, uang Rp700 juta itu diberikan di rumah pribadinya di Solo. Uang tersebut terbungkus rapi dengan oleh-oleh berupa ikan bandeng presto.
Lasito juga mengaku, uang yang diterima digunakan untuk biaya program akriditasi Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
"Tapi karena kebutuhan akreditasi, untuk memberikan pelayanan yang baik, dari MA tidak ada anggaran. Maka yang harus pintar, tapi saya lupa rinciannya, saya perkirakan Rp150 juta," ucapnya.